Seruan ini disampaikan puluhan mahasiswa dan tokoh adat di Kecamatan Patani Utara, Halmahera Tengah usai melaksanakan upacara bendera dalam rangka HUT ke-80 Republik Indonesia.
Ketua Himpunan Mahasiswa Patani (Hipma Patani) Muhammad Nur Hazzaq Rafli menegaskan, upacara HUT RI ini turut membawa misi perlawanan terhadap ketidakadilan yang dialami masyarakat adat.
"Bagaimana kita bisa menjaga kedaulatan NKRI di perbatasan jika di tanah adat kita sendiri tidak ada perlindungan dari negara,” tegas Hazzaq.
Hazzaq mengurai ada 11 warga adat Maba Sangaji ditangkap Polda Maluku Utara setelah memprotes aktivitas tambang yang diduga merusak lingkungan dan beroperasi di atas tanah adat tanpa izin sah.
"Mereka bukan kriminal, seharusnya mereka dihormati karena telah mempertahankan hak-haknya sebagai masyarakat adat," tambahnya.
Warga adat Maba Sangaji sebelumnya telah melakukan protes terhadap aktivitas tambang perusak lingkungan dan bertentangan dengan hak adat mereka.
Sayangnya, aksi mereka justru berujung pada penangkapan oleh aparat kepolisian, yang kemudian memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat.
Atas kondisi tersebut, ia berharap negara hadir dan memberikan perhatian serius terhadap hak-hak masyarakat adat.
“Kami berharap agar negara segera memberikan perhatian lebih terhadap masalah ini. Pembebasan warga adat adalah langkah pertama untuk memastikan hak-hak mereka terlindungi,” pungkasnya.
Dalam peringatan HUT ke-80 RI, masyarakat setempat turut membentangkan bendera Merah Putih sepanjang 80 meter di pesisir pantai sambil menggaungkan seruan pembebasan 11 warga adat Maba Sangaji.
Kegiatan tersebut digelar di pesisir Pulau Jiew, Pulau Liwo, dan Pulau Sayafi yang berbatasan langsung dengan Negara Palau.
BERITA TERKAIT: