“Kami bukan buruh, kami mitra mandiri. Kami menolak regulasi yang memaksa pengemudi masuk dalam sistem kerja subordinatif. Sudah cukup kami diam, sekarang kami bicara,” tegas jenderal lapangan URC, Achsanul Solihin dalam pernyataan sikapnya, Rabu, 16 Juli 2025.
Achsanul mengklaim, pernyataan sikap tersebut dikeluarkan setelah URC mendengar aspirasi pengemudi ojol dari berbagai kalangan dan wilayah.
Ada tiga sikap yang dikeluarkan URC yang dilabeli sebagai "Tritura URC" atau tiga tuntutan rakyat aspal. Pertama, menolak status pengemudi ojol menjadi buruh atau pekerja.
"Kami bukan karyawan, bukan staf kantor. Kami adalah mitra mandiri yang punya hak mengatur jam kerja dan menentukan ritmen hidup kami sendiri. Ketika sistem ingin menempatkan kami sebagai buruh, maka kemerdekaan kami sebagai pengemudi hilang," jelasnya.
Kedua, menolak opini potongan 10 persen. URC menilai skema potongan 20 persen sudah diterapkan selama bertahun-tahun dan tidak dipermasalahkan pengemudi.
Kami tidak pernah mengajukan tuntutan seperti itu (potongan 10 persen). Ojol dan aplikator harus sama-sama hidup karena kami saling membutuhkan. Apabila aturan membunuh aplikator, sama saja membunuh ojol," tegasnya.
Achsanul mengingatkan agar ojol tidak digunakan demi kepentingan politik kelompok tertentu.
"Suara pengemudi asli harusnya datang dari jalanan, bukan dari ruang rapat," kata Achsanul.
Tuntutan ketiga, URC meminta Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan peraturan perundang-undangan (Perppu) untuk ojol. Perppu tersebut penting agar ojol memiliki payung hukum yang tegas.
"Sudah terlalu lama ojol dibiarkan berjalan tanpa payung hukum yang tegas," pungkasnya.
Tritura URC ini juga akan disampaikan dalam aksi turun ke jalan bertajuk "Aksi 177" pada Kamis, 17 Juli 2025 besok. Rencananya, mereka akan berkumpul di Lapangan Banteng dan bergerak ke area Patung Arjuna Wiwaha atau Patung Kuda, Jakarta Pusat.
BERITA TERKAIT: