Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 127/PUU-XXI/2023, bahwa AKNM dan AKPM merupakan bagian dari “berstatus” Pekerja Migran Indonesia (PMI).
UU PPMI disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 November 2017. Ketentuan Pasal 1 ayat (16) menyatakan bahwa “Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang selanjutnya disebut SIP3MI adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada badan usaha berbadan hukum Indonesia yang akan menjadi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia.”
“Dalam UU PPMI, Pasal 51 menyatakan bahwa Perusahaan yang akan menjadi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b wajib mendapat izin tertulis berupa SIP3MI dari Menteri. SIP3MI tersebut tidak dapat dialihkan dan dipindahtangankan kepada pihak lain. Ketentuan lebih lanjut mengenai izin tertulis berupa SIP3MI diatur dengan Peraturan Menteri,” kata Ketua Umum AP2I, Imam Syafii dalam keterangannya, Senin, 16 Juni 2025.
Kemudian sebagai tindak lanjut dari Amanah Pasal 51 UU PPMI, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada tanggal 28 Juni 2019 menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 10 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (Permenaker 10/2019).
Dalam Permenaker 10/2019, ketentuan Pasal 36 menyatakan bahwa “pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, P3MI wajib menyesuaikan persayaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini paling lama C (enam) bulan sejak peraturan Menteri ini diundangkan. Dalam hal kewajiban penyesuaian persyaratan tersebut tidak dipenuhi oleh P3MI, Menteri mencabut SIP3MI”.
Bahwa berdasarkan hal di atas, AP2I berpendapat bahwa Permenaker 10/2019 dikecualikan sebagai aturan penerbitan SIP3MI bagi perusahaan yang aktivitas usahanya menempatkan AKNM dan AKPM.
“Atau dengan kata lain, Permenaker 10/2019 hanya diperuntukkan bagi perusahaan yang aktivitas usahanya menempatkan PMI sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b UU PPMI, yakni PMI yang bekerja pada Pemberi Kerja berbadan hukum dan PMI yang bekerja pada Pemberi Kerja perseorangan atau rumah tangga bagi perusahaan yang akan mengurus SIP3MI (baru), SIP3MI (perubahan), dan SIP3MI (perpanjangan),” jelasnya.
Sementara itu, untuk SIP3MI bagi perusahaan yang aktivitas usahanya menempatan PMI sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPMI, yakni Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan, tata cara penempatan dan pelindungannya akan diatur dengan penerbitan Peraturan Pemerintah sebagaimana mandat Pasal 64 UU PPMI yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dan pelindungan pelaut awak kapal dan pelaut perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Pemerintah dalam melaksanakan mandat dari Pasal 64 UU PPMI, pada tanggal 8 Juni 2022 menetapkan dan mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran (PP 22/2022).
Dalam PP 22/2022, khususnya ketentuan Pasal 8 ayat (3) huruf k dan Pasal 25 ayat (3) huruf k, perusahaan yang melaksanakan aktivitas usaha penempatan AKNM dan AKPM untuk mendapatkan SIP3MI harus “wajib” memenuhi persyaratan: (1) bagi perusahaan yang akan menempatkan AKNM, wajib memiliki bukti lulus seleksi teknis dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi “Kementerian Perhubungan” dan (2) bagi perusahaan yang akan menempatkan AKPM, wajib memiliki bukti lulus seleksi teknis dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan “KKP”.
Kewajiban (memiliki bukti lulus seleksi teknis dari kementerian terkait) bagi perusahaan yang aktivitas usahanya menempatkan AKNM dan AKPM yang akan mengurus SIP3MI yang diatur dalam Pasal 8 ayat (3) huruf k dan Pasal 25 ayat (3) huruf k PP 22/2022, juga dipertegas oleh Kementerian baru, yakni Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI/BP2MI) melalui Peraturan Menteri KP2MI/BP2MI Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PerKP2MI/BP2MI 1/2025) yang ditetapkan pada tanggal 9 Januari 2025.
Dalam PerKP2MI/BP2MI 1/2025, khususnya ketentuan Pasal 6 ayat (2) menyatakan bahwa “Bagi perusahaan yang menempatkan Awak Kapal Niaga Migran atau Awak Kapal Perikanan Migran, selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus memiliki bukti lulus seleksi teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
AP2I dalam gerakan advokasi kebijakan terkait hal ini dan sebagai bentuk dari kontrol sosial organisasi serikat pekerja terhadap pemerintah, telah mengajukan permohonan informasi publik kepada KKP terkait Bukti Lulus Seleksi Teknis yang telah diterbitkan oleh KKP bagi perusahaan yang melaksanakan penempatan AKPM per 25 Maret 2025, yang kemudian KKP melalui Surat No. B. 1554/DJPT.1/HM.410/IV/2025, Perihal: Tanggapan Atas Informasi Publik.
“Selain bersurat ke KKP, AP2I juga bersurat ke KP2MI/BP2MI yang melalui balasannya, KP2MI/BP2MI dengan Surat No. B. 1544/02.05/HM.10/V/2025, Perihal: Jawaban Permohonan Informasi, Tertanggal 02 Mei 2025, menyatakan sebagai berikut: Menindaklanjuti permohonan informasi saudara yang masuk melalui portal PPID Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI tentang daftar P3MI yang melakukan aktivitas penempatan awak kapal niaga migran dan awak kapal perikanan migran yang telah terdaftar dan memiliki SIUPAK,” jelasnya.
Setelah penjabaran tersebut muncul beberapa pertanyaan terkait pelindungan awak kapal migran. Sehingga muncul beberapa harapan, di antaranya KP2MI/BP2MI sebagai kementerian/badan baru yang dipercaya oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Peraturan Presiden No. 165 dan 166 Tahun 2024 merupakan Kementerian/badan yang menyelenggarakan suburusan pemerintahan pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
"Ini merupakan lingkup dari urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan mampu mengatasi persoalan-persoalan sebagaimana diuraikan di atas dengan melakukan tindakan-tindakan tepat, diantaranya adalah memerintahkan kepada Pemilik SIP3MI pengirim AKNM dan AKPM yang perizinannya terbit sebelum diundangkannya PP 22/2022 untuk melakukan penyesuaian perizinan, salah satunya adalah proses seleksi teknis di Kementerian terkait (KKP dan Kemenhub)," beber Imam.
Kemudian, sambungnya, elakukan pencabutan atau penghentian sementara terhadap SIP3MI yang dimiliki oleh P3MI pengirim AKNM dan AKPM yang perizinannya terbit setelah diundangkannya PP 22/2022, yang dalam proses mengurusnya kurang persyaratan, salah satunya adalah kewajiban memiliki bukti tanda lulus lulus seleksi teknis dari Kementerian terkait (KKP dan Kemenhub) serta emerintahkan kepada Pemilik SIP3MI pengirim AKNM dan AKPM sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas untuk mengurus ulang atau permohonan ulang untuk bisa mendapatkan SIP3MI sesuai dengan prosedur yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masih kata Imam, dari sisi Tipikor, dimungkinkan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bisa menyelidiki hal tersebut terhadap Pejabat Kemnaker pada saat itu (periode 2017-2021), yang berani menerbitkan perizinan SIP3MI bagi perusahaan pengirim AKNM dan AKPM.
"Ketentuan mengenai penempatan dan pelindungan AKNM dan AKPM (termasuk soal perizinan) sebagaimana diatur dalam UU PPMI Pasal 4 ayat (1) huruf c jo. Pasal 64, adalah menunggu lahirnya Peraturan Pemerintah, yang belakangan kemudian baru lahir pada Tahun 2022, yakni PP No. 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: