Mereka ramai-ramai menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menolak merger atau akuisisi tersebut, karena akan berdampak besar bagi kehidupan sehari-hari driver ojol dalam mencari rezeki.
“Sebagai pekerja sektor informal yang bergantung pada ekosistem digital ini, kami melihat potensi merger ini sangat membahayakan kehidupan sehari-hari kami,” kata Ketua Pangkalan Mitra Gacor di Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng), Gandy Setiawan dalam surat terbukanya kepada Presiden Prabowo Subianto, dikutip Minggu 11 Mei 2025.
“Harga jadi naik, pendapatan turun. Tarif potongan semakin besar, insentif makin langka dan kami yang merugi,” kata sambungnya.
Tak hanya di Kalteng, penolakan para driver juga disuarakan komunitas pengemudi ojol di Makassar (Sulawesi Selatan) dan Bandung (Jawa Barat).
Perwakilan Driver Online Bersatu Bergerak (Dobrak) Makassar, Eeng mengatakan, merger Grab-GoTo bukan hanya persoalan bisnis atau korporasi, melainkan bentuk baru penjajahan.
“Pemerintah harus hadir dan mengambil sikap menolak merger," kata Eeng.
Rumor mengenai rencana Grab mengakuisisi GoTo makin menguat. Laporan
Reuters menyebutkan bahwa kesepakatan dikabarkan akan rampung di kuartal II tahun ini. Grab bahkan disebut tengah mencari pinjaman dana sebesar Rp33 triliun untuk mewujudkan rencana tersebut.
Sebelumnya Koalisi Ojol Nasional (KON) dengan tegas menolak rumor merger Grab-GoTo karena khawatir akan mempengaruhi pendapatan para pengemudi ojol.
“Bagi para pengemudi ojek online (ojol) dan mitra penjual, merger ini bisa memberikan dampak yang beragam. ada kekhawatiran bahwa kebijakan baru perusahaan hasil merger ini akan mempengaruhi pendapatan mereka,” kata Ketua Presidium KON, Andi Kristiyanto dalam keterangan tertulisnya Sabtu 10 Mei 2025.
BERITA TERKAIT: