Dalam beleid V poin 4 SE tersebut, setiap lembaga usaha dilarang memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai volume kurang dari 1 liter dengan alasan mengurangi tumpukan sampah plastik.
Mantan anggota DPD RI, Gede Pasek Suardika menyoroti SE Gubernur Bali, Wayan Koster belum menghadirkan keadilan karena hanya diberlakukan kepada kemasan plastik air minum.
"Jika ingin konsisten, banyak minuman sachet, plastik gula pasir, plastik pembungkus beras, dan lainnya masih terjual. Jika konsisten semua dilarang," ujarnya dikutip redaksi dari unggahan Facebook Gede Pasek Suardika, Rabu, 9 April 2025.
Selain tidak menghadirkan rasa keadilan, kebijakan tersebut juga dinilai sebagai bentuk kesewenang-wenangan.
Menurutnya, larangan Gubernur Koster justru menunjukkan kebingungan Pemprov Bali mengatasi masalah sampah.
"Melarang produk yang telah berizin dan membayar pajak di Republik ini adalah bentuk kesewenang-wenangan. Ketidakmampuan dalam mengatasi sampah lalu menyalahkan pihak lain adalah bukti ketidakmengertian menyelesaikan akar masalah," kritiknya.
Oleh karenanya, mantan Ketua Komisi III DPR RI ini melihat ada celah hukum gugatan bagi yang merasa keberatan dengan kebijakan tersebut.
"Jika produk tersebut telah berizin, maka yang melarang bisa digugat," pungkasnya.
SE 09/2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah sebelumnya diumumkan Gubernur Koster di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Minggu, 6 April 2025. Usai mengumumkan edaran tersebut, Koster mengaku akan segera mengumpulkan seluruh stakeholder air minum, termasuk perusahaan raksasa swasta.
Tak hanya melarang botol plastik kecil, Koster juga menutup rapat izin produksi air minum dalam gelas plastik. Yang diperbolehkan hanya air dalam kemasan galon dan botol kaca.
“Silakan produksi, tapi jangan merusak lingkungan. Ini soal tanggung jawab bersama menjaga Bali,” kata Gubernur Koster.
BERITA TERKAIT: