Dwikorita pun membantah narasi tersebut. Ia menjelaskan, video tersebut diambil saat dirinya memberi penjelasan kepada anggota DPR RI terkait perlunya membangun peringatan dini tsunami.
"Itu adalah rekaman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2024 di Senayan Jakarta. Saya tengah memberi penjelasan kepada anggota dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System/InaTEWS) di Bali," beber Dwikorita di Jakarta, Kamis (21/3).
Menurut Dwikorita, video tersebut dipenggal oleh pihak yang tak bertanggung jawab sehingga muncul makna yang berbeda.
Dia menjelaskan, lumpuh yang dimaksudkan dirinya adalah terputusnya jaringan komunikasi yang disebabkan rusaknya berbagai infrastruktur komunikasi akibat gempa megathrust.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, BMKG mengusulkan pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (InaTEWS) sebagai fungsi backup/cadangan di Bali. Dalam skenario terburuk, gempa megathrust berkekuatan Magnitudo 8,7 diperkirakan mampu melumpuhkan operasional InaTEWS di Jakarta karena terputusnya jaringan komunikasi.
"Sementara Gedung Operasional Cadangan yang ada di Denpasar perlu disiapkan dengan desain khusus tahan gempa. Gedung di Bali sebagai backup jika sewaktu-waktu InaTEWS yang di Jakarta benar-benar mengalami kelumpuhan," paparnya.
Gempa megathrust merupakan gempa Bumi yang berasal dari zona megathrust. Ini adalah istilah untuk menyebut jalur subduksi lempeng Bumi yang sangat panjang, tapi relatif dangkal. Lempeng bumi digambarkan menumpuk, sementara lempeng di bawah mendorong lempeng di atasnya.
Lokasi megathrust bisa menjadi sumber gempa bila lempeng-lempeng Bumi itu bergerak. Jika gempa megathrust terjadi di laut maka bisa memicu tsunami.
BERITA TERKAIT: