Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jakarta Berhasil sebagai Kota Kolaborasi, Pembangunan IKN Tidak Relevan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Sabtu, 18 November 2023, 01:55 WIB
Jakarta Berhasil sebagai Kota Kolaborasi, Pembangunan IKN Tidak Relevan
Studium Generale IDN Future di Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (17/11).
rmol news logo Sejumlah akademisi dan 500an mahasiswa membedah keberhasilan Jakarta menjadi kota kolaborasi yang bertaraf global. Dengan begitu adanya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) semakin tidak relevan.

Hal itu disampaikan Pakar Sosiologi Perkotaan Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Prof. Sulfikar Amir dalam Studium Generale IDN Future di Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (17/11).

Dia menyebut tujuan pemerintah membangun IKN untuk pemerataan pembangunan adalah kekeliruan cara berpikir.

"Pemerataan pertumbuhan sama sekali tidak ditentukan oleh lokasi ibu kota. Anda lihat ibu kota Amerika Serikat di Washington DC yang ada di pantai timur, tetapi justru California yang berada jauh dari ibu kota adalah negara bagian yang paling kaya. Sementara negara bagian yang paling miskin justru West Virginia yang dekat dengan ibu kota yaitu hanya 2 jam dari Washington DC," ujar Sulfikar dalam keterangan tertulis kepada Kantor Berita Politik RMOL.

Sulfikar menekankan bahwa pemindahan ibu kota atas nama pemerataan pembangunan adalah proyek yang tidak punya basis teknokratik dan cacat perhitungan.

Selain itu, alasan pemindahan ibu kota karena dianggap tidak terbendungnya beban sosial-ekonomi Jakarta, justru tidak relevan karena Jakarta masih bisa dibenahi dengan pendekatan dan tata kelola kolaborasi.

"Jakarta mengalami perubahan signifikan 10-15 tahun terakhir, terutama di bawah kepemimpinan Anies Baswedan. Artinya masalah Jakarta bisa diselesaikan,” ungkap Sulfikar.  

“Jakarta adalah proses yang memberi kita optimisme bahwa kota-kota Indonesia bisa dibenahi. Maka pemerataan pembangunan mestinya yang dibangun bukan 1 kota tapi 18 kota besar di seluruh Indonesia," tegasnya.

Dia mengibaratkan kota seperti sebuah organisme yang tumbuh, menyerap sumber daya, melakukan proses produksi dan kemudian mati.

"Ada kota yang hidup dan mati, ada kota yang belum sempat hidup sudah mati," pungkas Sulfikar.

Senada dengan Sulfikar, Direktur RUJAK Centre for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja menyebut bahwa IKN tidak mencerminkan kebutuhan kota-kota masa depan.

"IKN tidak mencerminkan kota masa depan, ia hanya kumpulan bangunan tanpa manusia, dia akan mengulang kesalahan lama pembangunan urban di Indonesia berdekade-dekade lamanya. IKN tidak bisa menjadi kota yang dapat dicontoh kota-kota lain di Indonesia," kata Elisa. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA