Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Komisi X DPR Belum Satu Suara soal Tugas Akhir Pengganti Skripsi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Rabu, 13 September 2023, 09:30 WIB
Komisi X DPR Belum Satu Suara soal Tugas Akhir Pengganti Skripsi
Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah/RMOL
rmol news logo Polemik Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dalam program merdeka belajar episode ke-26 masih bergulir.

Upaya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memerdekakan anak Indonesia dari belajar dengan menghapus skripsi dinilai masyarakat dan akademisi kebablasan.

Terkait hal ini, Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah mengatakan bahwa Komisi X DPR belum satu suara bahkan belum membahas perihal Permendikbudristek No. 53 tahun 2023 episode ke-26 yang membahas soal akreditasi dan standar perguruan tinggi, serta kebebasan kampus untuk menjadikan pembuatan skripsi, tesis dan disertasi sebagai syarat kelulusan.

"Kami di Komisi X memang kan belum juga satu suara untuk menyampaikan, karena kami juga sampai saat ini belum rapat tentang hal ini," kata Hikmatul lewat keterangan tertulisnya, Rabu (13/9).

Politikus Partai Gerindra ini mengaku baru mengetahui adanya perubahan aturan ini dua minggu lalu.

Hikmatul mengaku tidak mendukung ketentuan yang diatur pada episode ke-26 ini karena tidak adanya diskriminasi soal akreditasi kampus.

"Tapi dalam hal ini, keluarnya Permendikbud ini saya sendiri mendukung karena ini adanya penyederhanaan, yang tadinya akreditasi mungkin terbagi A, B, C gitu, Kalau yang C pasti udah dianggapnya, padahal kan mungkin belum tentu akreditasi C Itu kualitas pendidikannya belum tentu rendah, tapi image di masyarakat kadang kalau C itu "ah sekolah pinggiran, sekolah kecil," tegasnya.

"Tetapi dengan adanya peraturan baru ini saya mendukung , karena ini berarti tidak ada lagi diskriminasi terhadap kampus-kampus, itu baik tapi nanti kita minta pendapat dari Moestopo dan dari Mercu Buana," sambungnya.

Oleh karena itu, Hikmatul pun berharap kepada pemerintah, khususnya Kemendikbudristek untuk memastikan implementasi dari Permendikbud 53/2023 episode ke-26 ini. Agar akreditasi ini output-nya meningkatkan mutu perguruan tinggi, bukan diskriminasi perguruan tinggi.

"Kemudian juga harus meningkatkan mutu perguruan tingginya, jadi bukan malah dengan adanya akreditasi yang terstandarnya hanya unggul dan terakreditasi dan tidak terakreditasi, kemudian ada standarnya unggul, terakreditasi internasional. Jadi kalau misalnya, prodinya sudah dapat pengakuan internasional itu juga sudah dianggap terakreditasi," tutupnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA