Demikian disampaikan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Ilyas, melalui keterangannya kepada
Kantor Berita RMOLAceh, Jumat (3/2).
“BMKG pada awal 2023 memang sudah memberi peringatan tingginya frekuensi hujan di beberapa wilayah Aceh, namun bencana banjir juga bisa terjadi akibat perambahan hutan dan pembalakan liar yang tidak terkendali,†kata Ilyas.
Ilyas menjelaskan, banjir di Aceh merupakan akumulasi dari dampak lingkungan hidup yang terjadi dari hulu, maupun hilir. Sehingga masyarakat perlu diberi edukasi tentang bencana banjir.
“Apa dampak yang ditimbulkan dan bagaimana harus bersikap dalam menghadapi bahaya banjir,†sebutnya.
Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) sendiri mencatat provinsi Serambi Mekah itu dilanda 49 kali bencana pada awal tahun ini. Total kerugian mencapai Rp 8 miliar.
“Frekuensi kejadian banjir dan longsor paling banyak terjadi. Banjir 16 kali dan longsor 14 kali,†tutur Ilyas.
Ilyas menambahkan, bencana ketiga yang paling sering terjadi adalah kebakaran permukimanan, yaitu sebanyak 12 kali. Lalu, banjir dan longsor 4 kali. Selanjutnya, kebakaran hutan dan lahan (kahutla) 2 kali, dan gempa bumi sekali kejadian.
Ilyas menjelaskan, banjir besar berulang dua kali terjadi di Aceh Tamiang. Yaitu, pada 16 Januari dan 21 Januari lalu. Bencana ini merenggut nyawa dua orang.
Berdasarkan data dimiliki BPBA, banjir di Aceh Tamiang tersebar di 30 desa pada 12 kecamatan dan merendam 595 rumah. Korban terdampak sebanyak 4.447 KK atau 14.486 jiwa dengan total pengungsi 2.994 orang.
“Dalam kejadian ini, prakiraan kerugian mencapai (Rp) 22 miliar,†ujar dia.
Kemudian, banjir di Aceh Utara, 20 Januari lalu. Total pengungsi mencapai 6.229 orang. Banjir ini tersebar di 84 desa pada tujuh kecamatan, korban terdampak sebanyak 5.147 KK atau 18.154 jiwa.
BERITA TERKAIT: