Masih ada 164 korban yang belum ditemukan. Sedangkan korban yang berhasil dievakuasi berjumlah 24 orang, tiga di antaranya meninggal dunia.
Lewat halaman facebook pribadinya, Menko Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan, yang kemarin menemui keluarga korban di tepi Danau Toba, menjelaskan alasan penghentian operasi pencarian.
Luhut menyebut kasus Sinar Bangun mengingatkannya pada kecelakaan pesawat Airbus A320 AirAsia QZ8501 di Selat Karimata pada tahun 2014.
"Jasad mereka sudah tidak utuh ketika diangkat. Ada badan tanpa kepala, ada sepotong tangan, ada juga potongan-potongan tubuh lainnya berserakan. Jika keluarga harus melihat itu, pasti akan lebih menyakitkan. Saya tahu itu," terang Luhut.
Ditegaskannya, pengangkatan KM Sinar Bangun dan jenazah korban yang tenggelam di kedalaman 450 meter sudah tidak mungkin dilakukan dari segi teknis.
"Kalau dipaksakan diangkat, bisa hancur. Karena ketika diangkat per 10 meter, tekanan itu 1 bar. Maka kalau kedalamannya 450 meter itu sama dengan 45 bar, sehingga kapal bisa meledak," jelas Luhut.
Luhut juga mengungkap penelitian dari kalangan pakar di Kemenko Maritim soal segi reaksi kimianya. Walaupun kapal berhasil diangkat, tetap ada risiko keracunan H2SO.
"Saya yakin tentu tidak ada seorangpun dari kita yang mengharapkan ada korban tambahan," tambah Luhut.
Ia jelaskan bahwa BPPT, KNKT, Basarnas, Polisi, TNI, Pemda, Kemenko Maritim dan semua unsur pemerintah sudah berdiskusi panjang dan memperhitungkan semua aspek.
"Menurut saya, paling bagus yang bisa dilakukan adalah membuat monumen peringatan. Semua pihak sudah sepakat. Hari ini saya dilapori Pak JR Saragih (Bupati Simalungun), bahwa acara peletakan batu pertama monumen itu berjalan baik, dengan tingkat kehadiran 85 persen," terang Luhut.
[ald]
BERITA TERKAIT: