Hal tersebut disampaikan Wakil Presiden Direktur Siloam Hospitals Group, Caroline Riady, kepada
Kantor Berita Politik RMOL, setelah acara peresmian RS Siloam Silampari di Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, Kamis siang (11/1).
"Kami ingin menjangkau sebanyak-banyaknya masyarakat, dari Sabang sampai Merauke. Tapi tentu saja kami juga mengukur kemampuan kami dan begitu luasnya wilayah Indonesia. Jadi itu semua kami lakukan bertahap dan menyesuaikan tipe dengan lokasi dan kondisi masyarakat," ujar Caroline.
Sejauh ini Siloam Group sudah membangun 32 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia. Di Sumatera Selatan sendiri, RS Siloam Silampari adalah RS kedua yang dibangun setelah RS Siloam Sriwijaya di Palembang. Jika ditotal di seluruh Sumatera, Siloam sudah mendirikan lima RS. Dia menerangkan bahwa tahun ini pihaknya menargetkan pembangunan 10 RS baru di berbagai wilayah.
"Kalau targetnya sih sebanyak-banyaknya, 50 atau 100 rumah sakit, tapi kami mesti menyesuaikan dengan infrastruktur yang terbatas, ketersediaan dokter spesialis, market di daerah, ketersediaan lahan. Ada daerah yang sama sekali tidak memiliki ahli jantung intervensi, itu masalah tersendiri," kata putri dari Chairman Lippo Group, James Riady, ini.
Dengan sumber daya manusia yang terbatas, Siloam ingin menjangkau daerah berpopulasi cukup padat dan membutuhkan fasilitas kesehatan. Karena itu, dukungan dari pemerintah daerah amat penting untuk memudahkan pembangunan fasilitas.
Meski demikian, Siloam Group tetap memegang prinsip bahwa tiap RS yang mereka bangun harus bisa berdiri di atas kaki sendiri. Dengan begitu, keberadaannya bisa dipertahankan dan berkelanjutan.
"Kalau lebih besar pasak daripada tiang pasti tidak bisa dilanjutkan. Kami harus mencukupi dengan lahan yang ada. Kalau tidak bisa dikelola baik tentu kami tidak profesional. Kami juga harus punya disiplin, harus punya dana membeli teknologi baru. Karena itu di tiap RS kami punya financial controller," ujarnya.
Karena itu, perempuan muda yang pernah berprofesi guru ini menekankan pentingnya aspek komersial dan finansial agar fungsi sosial yang menjadi visi Siloam dapat terus berjalan. Siloam di manapun juga menjalin kerjasama yang sangat baik dengan BPJS Kesehatan.
"Mungkin orang punya persepsi, kalau sosial berarti enggak komerasial dan kalau komersial enggak sosial. Padahal prinsipnya adalah keseimbangan. Di rumah tangga saja ada
balance keuangan. Kalau tak didukung komersial dan finasial, maka visi tak tercapai," urai lulusan Wheaton College, Illinois, USA ini.
Ia sendiri percaya bahwa industri layanan kesehatan sangat berbeda dengan industri lain. Yang membedakannya adalah tanggung jawabnya pada nyawa manusia. Ia juga berpendapat RS sebagai lingkungan berisiko tinggi karena itu membutuhkan prosedur standar dan sistem yang menjaga pasien bisa merasa aman.
"Saya sangat bangga kalau berkeliling ke Siloam-Siloam daerah, meski banyak kesulitan tapi tetap bisa membantu warga dan menghargai budaya lokal. Saya percaya membangun bangsa dan masyarakat perlu
public partnership," ungkap Caroline.
[rus]
BERITA TERKAIT: