"Ini adalah jejak pertama pemerintahan yang baru terpilih dalam menjalankan dan mengoperasikan negara," anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar, Muhammad Misbakhun, beberapa saat lalu (Selasa, 27/1).
Kesepakatan antara pemerintah dan Komisi XI DPR itu tercapai dalam forum lobi pada rapat kerja antara Komisi XI DPR dengan pemerintah dan Bank Indonesia di gedung DPR, Jakarta, Senin malam (26/1). Kesepakatan itu misalnya mengenai pertumbuhan ekonomi yang dipatok di angka 5,7 persen. Angka itu turun dari usulan pemerintah yang mengusung asumsi 5,8 persen.
Sedangkan angka inflasi disepakati 5 persen dan kurs dolar AS adalah Rp 12.500, atau lebih tinggi dari usulan pemerintah yang mematok 1 dolar AS setara Rp 12.200. Kesepakatan lainnya adalah suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan sebesar 6,2 persen.
Hanya saja, ada sejumlah hal baru dalam kesepakatan tentang penyusunan RAPBN. Yakni disepakatinya target pembangunan nasional, masuknya asumsi tingkat pengangguran dan kemiskinan, gini rasio atau tingkat perbedaan pendapatan penduduk, serta penghitungan indeks pembangunan manusia (IPM).
Untuk tingkat kemiskinan, asumsi yang disepakati adalah 10,3 persen, sedangkan untuk tingkat pengangguran dipatok di angka 5,6 persen. Sementara gini rasio diasumsikan 0,40, dengan IPM dipatok di angka 69,4 dengan metode perhitungan yang baru.
Menurut Misbakhun, kesepakatan itu merupakan kali pertama dalam sejarah penyusunan RAPBN RI karena memuat target pembangunan dengan mencantumkan sejumlah persoalan yang terkait langsung masyarakat. Yakni tingkat pengangguran, angka kemiskinan, gini rasio dan IPM.
"Hal itu masuk dan dibahas bersama dengan asumsi makro ekonomi untuk dijadikan acuan pencapaian dalam pelaksanaan APBN kita," kata Misbakhun.
Lebih lanjut Misbakhun menegaskan bahwa partainya sejak awal memang ingin target pembangunan itu masuk dalam penyusunan APBN.
"Dan kami bersyukur apa yang menjadi pemikiran kami akhirnya didukung secara mayoritas oleh fraksi-fraksi lain di Komisi XI dan disetujui juga oleh pemerintah," tuturnya.
Ia mengakui bahwa situasi ekonomi global memang sedang mengalami pelambatan pertumbuhan. Namun dengan ruang fiskal yang lebar dalam RAPBN-P 2015 karena adanya belanja modal terbesar dalam sejarah RI yang mencapai jumlah Rp 290 triliun dan penempatan modal negara (PMN) sekitar Rp 72 triliun, maka pemerintah akan dapat bekerja mencapai target pertumbuhan 5,7 persen dan mencapai target-target yang lain.
"Ini adalah RAPBN yang harus didukung oleh semua elemen bangsa supaya bisa berjalan dengan baik," demikian Misbakhun.
[ysa]
BERITA TERKAIT: