Meski demikian tetap perlu dilakukan dialog bersama tokoh agama agar pelaksanaannya dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
Begitu disampaikan Bonnie saat kegiatan Serap Aspirasi dan Silaturahmi di masa reses bersama masyarakat nelayan di wilayah Binuangeun, Kabupaten Lebak, Sabtu 20 Desember 2025.
Bonnie menyampaikan bahwa Hari Nelayan memang memiliki dasar sejarah yang panjang dan pertama kali diperingati pada masa Presiden Pertama Soekarno, kemudian ditegaskan sebagai Hari Nelayan Nasional melalui Keputusan Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri.
“Tradisi seperti Ruwat Laut adalah warisan nenek moyang sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil laut,” kata Bonnie.
Menurut Bonnie, kebudayaan bersifat dinamis dan dapat disesuaikan dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat saat ini. Ia menilai, unsur keagamaan dapat dimasukkan dalam pelaksanaan Ruwat Laut, misalnya melalui doa bersama atau pengajian, sehingga esensi rasa syukur tetap terjaga.
“Bentuknya bisa disesuaikan. Yang penting esensinya adalah rasa syukur dan kebersamaan. Bisa dengan doa bersama, pengajian, atau bentuk lain yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat,” kata Legislator PDIP ini.
Bonnie juga mengatakan bahwa Kementerian Kebudayaan saat ini memberikan dukungan terhadap kegiatan-kegiatan kebudayaan di daerah. Namun, ia menegaskan bahwa inisiatif harus datang dari masyarakat itu sendiri.
BERITA TERKAIT: