DKI juga diminta mencontoh Banten, yang bisa menaikkan hingga 98 persen dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL) provinsi.
Dikatakan, tuntutan itu didasari terjadinya ketidakseimbangan anÂtara pendapatan dan pengeÂluaran buruh perbulan. Karena itu, perlu penyesuaian angka KHL. Apalagi, Jakarta merupaÂkan salah satu barometer ekonoÂmi di IndoÂnesia.
“Tuntutan ini mutlak diikuti. Jika tidak, kami menuntut GuberÂnur DKI Fauzi Bowo mundur dari jabatannya,†tegas koordinator aksi Herry Hermawan.
Menurutnya, selain kompensaÂsi bagi pekerja, upah minimum yang saat ini berjumlah Rp 1.118.009 perbulan adalah salah satu penoÂpang hidup bagi pekerja itu sendiri, termasuk keluarganya. Sehingga pemberian upah yang layak untuk setiap pekerja meruÂpakan tanggung jawab semua pihak.
“Bukan hanya pengusaha yang bertanggung jawab atas karÂyawannya, tapi pemerintah daeÂrah maupun pusat juga mesti berÂtanggung jawab,†lanjut Herry.
Upah merupakan kompensasi dari pengusaha atas kerja para peÂkerja, juga penopang dan tumÂpuÂan hidup layak pekerja. Maka dari itu, pemberian upah yang layak merupakan tanggungjawab baik pengusaha maupun pemerintah. Yaitu membuat regulasi yang seÂhaÂrusnya berpihak pada buruh, buÂkan yang merugikan buruh.
“Dewan Pengupahan DKI yang terdiri dari perwakilan peÂkerja, pengusaha dan unsur peÂmerintah daerah juga pernah berÂjanji ingin mengambil keputusan mengenai upah ini. KenyataanÂnya, upah yang diberikan sampai saat ini masih jauh dari KHL,†tandas Herry, yang juga menjabat Sekjen Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh IndoneÂsia Jakarta Utara ini.
Dalam kasus kali ini, pengunÂjuk rasa juga melakukan adegan teatrikal yang menggambarkan buÂruh layaknya sapi perahan. Tapi di sisi lain, pengusaha dan Gubernur DKI justru yang meÂnikmati hasilnya. “Kaum buruh seakan dibiarkan meratapi nasib. Kami menginginkan perubahan,†ujarnya.
Dalam aksi ini, organisasi buÂruh seperti Serikat Pekerja SeluÂruh Indonesia (SPSI) dan bebeÂrapa organisasi lainnya turut meÂramaikan aksi unjuk rasa ini deÂngan orasi, pernyataan sikap dan beÂberapa aksi teatrikal. Para buÂruh meminta pemerintah bisa memÂberikan keadilan dalam kebiÂjakan yang mengatur buruh, khuÂsusnya penentuan UMP.
Ketua wilayah Forum Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Panasonic Djoko Wahyudi meÂminÂta agar UMP yang sedang diÂbaÂhas pemerintah, perwakilan serikat pekerja, dan pengusaha benar-benar merepresenÂtasiÂkan apa yang menjadi keinginan masyarakat selama ini. Sehingga, kesejahteraan masyarakat bisa terÂÂcapai dengan terwujudnya peneÂtaÂpan angka (KHL).
“Kami meminta pemerintah dan pengusaha serta perwakilan serikat pekerja bisa memperhaÂtiÂkÂan nasib buruh-buruh ini. Sudah cukup lama mereka menjadi baÂgiÂan yang tidak masuk dalam hiÂtuÂngan petinggi dan pemilik moÂdal di negara ini. Para buruh buÂtuh keadilan,†kata Djoko.
Dia kemudian menjelaskan, kaÂlau sekarang nilai KHL di ProÂvinsi DKI Jakarta adalah Rp 1.401.800, para buruh meminta DKI bisa mencontoh Provinsi BanÂten yang bisa menaikkan UMR bahkan sampai hingga 98 persen dari KHL provinsinya.
Sebenarnya, Pemerintah ProÂvinÂsi (Pemprov) DKI Jakarta suÂdah berencana menaikkan besaÂran upah minimum provinsi (UMÂP) DKI Jakarta pada 2011 mendatang. Besarannya, tujuh persen lebih besar dari UMP 2010. Hal ini disampaikan SekreÂtaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Fadjar Panjaitan.
“Persentase kenaikan itu didaÂpat dari hasil rapat terakhir dengÂan dewan pengupahan yang terÂdiri dari perwakilan buruh, pengÂusaha, unsur pemerintah daerah dan pakar,†ujarnya.
Artinya, lanjut Fadjar, UMP DKI Jakarta pada 2011 nanti bertambah sebesar Rp 78.260 atau menjadi Rp 1.196.269 perÂbulannya. Namun, jumlah yang telah disepakati itu belum perÂmanen, sehingga masih bisa terÂjadi perubahan.
“Sebab, rencana kenaikan itu dianggap sebagian kalangan kuÂrang memuaskan. Karena jumÂlah nominalnya yang masih di bawah angka KHL di Jakarta yang mencapai Rp 1,4 juta per bulan,†tuturnya di Balai Kota.
Hal tersebut dikarenakan, maÂsih menurut Fadjar, menaikÂkan UMP sebesar itu belum bisa dilaÂkukan. Sebab, kenaikan UMP haÂrus disesuaikan dengan produktiÂfitas perusahaan dan kemampuan finansial pengusaha dalam menÂjalankan usahanya di tengah konÂdisi pemulihan akibat dampak krisis finansial global. Karena itu, Fajar meminta para buruh dan pekerja dapat menerima hal terÂsebut dan bekerja dengan ikhlas.
Seperti diberitakan sebelumÂnya, Pemprov DKI Jakarta berencana menaikkan kembali besaran UMP di DKI Jakarta paÂda 2011. Saat ini, Dewan PenguÂpahan DKI membahas besaran kenaikan UMP tersebut.
Rencanaya, kenaikan jumlah UMP di DKI Jakarta antara 5-10 persen dari jumlah UMP DKI Jakarta 2010 yang mencapai Rp 1.118.009 perbulan. Artinya, keÂnaikan UMP DKI 2011 kemungÂkinan besar berada di angka Rp 1.173.909 hingga Rp 1.229.809 perbulan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DisnakerÂtrans) DKI Jakarta Deded SuÂkenÂdar membenarkan ada renÂcaÂna menaikkan jumlah UMP di DKI Jakarta pada 2011. Namun, untuk menentukan perÂsentase kenaikan jumlah UMP DKI JaÂkarta pada 2011, PemÂprov DKI tidak memiÂliki keweÂnangan menetapkannya.
“Kenaikan UMP di DKI JakarÂta hampir terjadi setiap tahun. DaÂlam dua tahun terakhir saja, nilai UMP mengalami kenaikan. MiÂsalÂnya, nilai UMP pada 2008 seÂniÂlai Rp 972.604 perbulan dari niÂlai UMP 2007 senilai Rp 900.560 perbulan. Selanjutnya, pada 2009 naik menjadi Rp 1.069.865 perÂbulan, dan 2010 naik menjadi Rp 1.118.009 perbulan.
Akibat Buntunya PerundinganTerjadinya demo buruh di depan kantor Balai Kota pada Kamis (28/10) lalu, disebabkan buntunya perundingan Dewan Pengupahan DKI Jakarta tenÂtang besaran Upah Minimum ProÂvinsi (UMP) 2011 yang berÂlangsung pekan lalu.
Kebuntuan itu terjadi setelah wakil Asosiasi PengÂusaha IndoÂnesia (Apindo) hanya menyepaÂkati kenaikan seÂbesar tujuh persen dari UMP 2010 yang mencapai Rp 1,118 juta.
“Apindo meminta kenaikan tujuh persen dari UMP menjadi Rp 1,190 juta, sedangkan para wakil serikat pekerja tetap meÂnuntut UMP DKI Jakarta sebeÂsar 100 persen dari Kebutuhan HiÂdup Layak (KHL), sesuai haÂsil survei Dewan Pengupahan DKI JaÂkarta,†kata Sekjen DeÂwan PengÂurus Pusat (DPP) AsoÂsiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia MuÂhamad Rusdi di Jakarta.
Menurutnya, hasil survei DeÂwan Pengupahan DKI Jakarta mematok KHL bagi pekerja laÂjang yang bekerja di kawasan ibuÂkota sebesar Rp 1.401.829. PaÂdahal, para buruh menuntut seÂratus persen KHL, karena ituÂlah batas minimum bagi seorang peÂkerja lajang sehingga angka terÂsebut tidak mungkin diturunÂkan. “Kalau diturunkan, berarti seÂÂcara sadar para pekerja diminÂta hidup di bawah batas kelayakan.
Jika demikian, jelas Rusdi, peÂneÂtapan besaran UMP 2011 di baÂwah KHL oleh Dewan PengÂuÂpahan DKI jelas melanggar UUD yang dibuat untuk menyeÂjahterakan rakyat.
Sementara para wakil pekerja yang menolak sikap Apindo daÂlam masalah UMP 2011 itu adaÂlah Aspek Indonesia, Serikat PeÂkerÂja Nasional, Serikat PeÂkerja MeÂtal Indonesia, SPSI Logam, ElekÂtronika, dan Metal, SPSI Niaga dan Perbankan, SPSI TekÂstil dan Sandal Kulit serta SeÂrikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan.
Rusdi juga menjelaskan, DPP Aspek Indonesia dan Forum BuÂruh DKI mendukung tuntuÂtan kaÂum pekerja akan besaran UMP DKI Jakarta pada 2011, sesuai deÂngan 100 persen KHL. ApaÂlagi diÂkatakannya, penduÂduk Indonesia yang bekerja diÂperÂkirakan mencaÂpai sedikitÂnya 104,48 juta orang.
“Akibat tidak tercapainya keÂsepakatan daÂlam perunÂdingan, karena tunÂtutan mereka mendaÂpat UMP sebesar Rp 1,401 juta tak juga diÂrestui, sehingga terÂjadilah deÂmo yang digelar di deÂpan kantor Gubernur dan DPRD DKI JaÂkartÂa Kamis lalu.
[RM]
BERITA TERKAIT: