Bantahan itu disampaikan langsung Setyo saat konferensi pers pengumuman tersangka hasil OTT terhadap Wamenaker Noel dkk.
"Masalah tudingan seolah-olah yang mengalihkan isu. Jadi, ini kami tidak melakukan penargetan terhadap seseorang," kata Setyo kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat, 22 Agustus 2025.
Setyo menyebut, KPK menarget terhadap dugaan pemerasan di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
"Karena ada informasi dari masyarakat. Ini ada pihak pekerja atau buruh. Kemudian di tengahnya ini ada PJK 3, Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dan di sini ada Kementerian Ketenagakerjaan di Direktorat Jenderal Bina Pengawasan. Nah, tiga pihak ini, ini yang harus bayar Rp6 juta yang seharusnya Rp270 ribu," jelas Setyo.
"Nah, jadi sama sekali tidak ada istilah pengalihan isu ya, kami dapatkan itu di lapangan lah. Dari dua itu antara perusahaan jasa dengan koordinator, setelah ketemu interview pendalaman di lapangan, didapatkan lah kemudian ada si A, si B, dan si C yang seterusnya," sambung Setyo menambahkan.
Noel dan 10 orang lainnya resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Kesepuluh orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Irvian Bobby Mahendro (IBM) selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 tahun 2022-2025, Gerry Aditya Herwanto Putra (GAH) selaku Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja tahun 2022-sekarang.
Selanjutnya, Subhan (SB) selaku Sub Koordinator Keselamatan Kerja Dit. Bina K3 tahun 2020-2025, Anitasari Kusumawati (AK) selaku Sub Koordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja tahun 2020-sekarang, Fahrurozi (FRZ) selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Binwasnaker dan K3 periode Maret 2025-sekarang.
Kemudian, Hery Sutanto (HS) selaku Direktur Bina Kelembagaan tahun 2021-Februari 2025, Sekarsari Kartika Putri (SKP) selaku Sub Koordinator, Supriadi (SUP) selaku Koordinator, Temurila (TEM) selaku pihak PT KEM Indonesia, dan Miki Mahfud (MM) selaku pihak PT KEM Indonesia.
Kesebelas tersangka tersebut selanjutnya dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak hari ini hingga 10 September 2025 di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih.
Dalam perkaranya, tenaga kerja atau buruh pada bidang dan spesifikasi pekerjaan tertentu, diwajibkan memiliki sertifikasi K3 dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman sehingga meningkatkan produktivitas pekerja.
Adapun, pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja harus dilakukan oleh personel K3 bidang lingkungan kerja yang memiliki sertifikasi kompetensi dan lisensi K3.
Namun, para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya sebesar Rp6 juta agar mendapatkan sertifikat K3. Padahal, tarif resmi sertifikasi K3 hanya sebesar Rp275.000.
Para pekerja atau buruh tersebut harus mengeluarkan uang Rp6 juta karena adanya tindak pemerasan dari para tersangka dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan pembuatan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih.
Biaya sebesar Rp6 juta tersebut bahkan sama seperti dua kali lipat dari rata-rata pendapatan atau Upah Minimum Regional (UMR) yang diterima para pekerja dan buruh kita.
Atas penerimaan uang dari selisih antara yang dibayarkan oleh para pihak yang mengurus penerbitan sertifikat K3 kepada Perusahaan Jasa K3 (PJK3) dengan biaya yang seharusnya sesuai tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), kemudian uang tersebut mengalir ke beberapa pihak, yaitu sebesar Rp81 miliar.
Pada 2019-2024, Irvian diduga menerima aliran uang sebesar Rp69 miliar melalui perantara. Uang tersebut selanjutnya digunakan untuk belanja, hiburan, DP rumah, setoran tunai kepada Gerry, Hery dan pihak lainnya. Serta digunakan untuk pembelian sejumlah aset, seperti beberapa unit kendaraan roda empat hingga penyertaan modal pada 3 perusahaan yang terafiliasi PJK3.
Sementara Gerry diduga menerima aliran uang sebesar Rp3 miliar dalam kurun waktu 2020-2025, yang berasal dari sejumlah transaksi. Di antaranya, setoran tunai mencapai Rp2,73 miliar, transfer dari Irvian sebesar Rp317 juta; dan 2 perusahaan di bidang PJK3 dengan total Rp31,6 juta.
Uang tersebut digunakan Gerry untuk keperluan pribadi, dibelikan aset dalam bentuk 1 unit kendaraan roda empat sekitar Rp500 juta, dan transfer kepada pihak lainnya senilai Rp2,53 miliar.
Selanjutnya, Subhan diduga menerima aliran dana sebesar Rp3,5 miliar pada kurun waktu 2020-2025, yang diterimanya dari sekitar 80 perusahaan di bidang PJK3. Uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi, di antaranya transfer ke pihak lainnya, belanja, hingga melakukan penarikan tunai sebesar Rp291 juta.
Sementara Anitasari diduga menerima aliran dana sebesar Rp5,5 miliar pada kurun waktu 2021-2024, dari pihak perantara. Atas penerimaan tersebut, aliran dana juga diduga mengalir ke pihak-pihak lainnya.
sejumlah uang tersebut mengalir kepada pihak penyelenggara negara, yaitu Noel sebesar Rp3 miliar pada Desember 2024, FAH dan HR sebesar Rp50 juta per minggu; Hery lebih dari Rp1,5 miliar selama kurun waktu 2021-2024, serta CFH berupa 1 unit kendaraan roda empat.
BERITA TERKAIT: