Leonardi Tak Nyerah Usai Praperadilan Tak Dapat Diterima

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 19 Agustus 2025, 19:43 WIB
Leonardi Tak Nyerah Usai Praperadilan Tak Dapat Diterima
Suasana sidang putusan Praperadilan Leonardi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan/(Foto: Tim Penasihat Hukum Leonardi)
rmol news logo Kuasa hukum Laksamana Muda (Laksda) TNI (Purn) Leonardi, Rinto Maha menghormati putusan Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan tidak dapat menerima praperadilan, karena yang berhak mengadili adalah Pengadilan Militer.

Hal itu disampaikan Rinto setelah sidang putusan praperadilan yang diajukan Leonardi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 19 Agustus 2025.

"Dalam putusan ini eksepsi tergolong diterima, relevansinya ke perjuangan kita, nggak ada masalah. Kita hargai pendapat hakim. Buat kami itu bukan ukuran bahwa perjuangan pak Leonardi berhenti di sini," kata Rinto kepada wartawan, Selasa 19 Agustus 2025.

Rinto mengatakan, pihaknya menyambut baik putusan Hakim yang menyatakan bahwa pengadilan yang berwenang untuk menyidangkan kasus Leonardi adalah pengadilan militer.

"Bukan di koneksitas, ingat Jaksa Agung itu sipil dan subordinatnya presiden," kata Rinto.

Rinto menegaskan bahwa penetapan Leonardi sebagai tersangka dalam perkara satelit slot orbit 123 derajat BT tidak memiliki dasar hukum yang kuat. 

"Fakta persidangan dan keterangan ahli memperlihatkan dengan jelas, tidak ada kerugian negara, tidak ada niat jahat, dan tidak ada unsur delik korupsi yang terpenuhi," jelas Rinto.

Rinto menerangkan, tagihan penyedia tidak diakui pemerintah karena tidak memenuhi kontrak. 

"Negara tidak hanya tidak rugi, bahkan justru yang mengalami kerugian adalah penyedia itu sendiri. Logika hukum terbalik bila dalam situasi negara tidak kehilangan aset, seseorang tetap dituduh merugikan negara," tegas Rinto.

Padahal, kata Rinto, delik korupsi menuntut adanya unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Namun faktanya, Leonardi disebut tidak menerima keuntungan pribadi apa pun, serta tidak ada aliran dana ke dirinya atau pihak lain.

Menurut Rinto, tindakan yang dilakukan Leonardi adalah administratif, bukan perbuatan yang mengandung niat jahat. Bahkan, ahli hukum pidana menegaskan bahwa, kesalahan administratif tidak bisa dipidana.

Selain itu, kata Rinto, berdasarkan keterangan ahli keuangan negara Universitas Andalas, Hamdani, wanprestasi penyedia yang belum dibayar negara tidak dapat disebut kerugian negara.

"Kunci pokok pidana ini adalah pembuktian adanya kerugian keuangan negara. Kalau ternyata kerugian negara tidak ada dan tidak ada pihak lain yang diuntungkan, maka sifat melawan hukumnya menjadi hilang," tutur Rinto.

Hal tersebut kata Rinto, juga senada dengan apa yang disampaikan ahli hukum pidana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Mompang Panggabean yang menyebut bahwa potensi kerugian keuangan negara tidak bisa dijerat hukum.

Sebelumnya, Hakim Tunggal Praperadilan, Abdul Affandi menyatakan tidak dapat menerima permohonan praperadilan yang diajukan Leonardi.

"Mengadili, satu, menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang secara absolut untuk memeriksa dan mengadili perkara termohon praperadilan dari Pemohon. Dua, menyatakan praperadilan dari pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim Abdul Affandi, Selasa 19 Agustus 2025.

Hakim menyebut bahwa peristiwa terjadinya tindak pidana ketika pemohon masih aktif sebagai prajurit TNI, meskipun saat praperadilan ini diajukan, pemohon sebagai purnawirawan TNI.

"Menimbang bahwa dugaan tindak pidana dilakukan di saat pemohon masih prajurit aktif maka peradilan militer tetap berwenang untuk memeriksa dan mengadili meskipun pemohon sudah pensiun ketika proses permohonan ini,” terang Hakim. Abdul.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut bahwa kasus ini bermula dari penyidikan atas perjanjian Agreement for the Provision of User Terminal and Related Services and Equipment antara Navayo International AG dan Kemenhan pada 1 Juli 2016, termasuk amandemennya pada 15 September 2016.

Proyek ini diduga merugikan keuangan negara mencapai 21.384.851,89 dolar Amerika Serikat (AS).

Kejagung juga sudah menetapkan tiga tersangka, yakni Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi selakuKepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Thomas Anthony Van Der Heyden selaku tenaga Ahli Kemhan, dan Gabor Kuti Szilard selaku CEO Navayo.rmol news logo article




Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA