Ketua Komunitas Cinta Bangsa (KCB) Jawa Timur, Holik Ferdiansyah mengatakan, kasus itu meliputi dugaan pemalsuan dokumen, penyalahgunaan jabatan, pungli tarif jasa, pengemplangan pajak, dan upaya menyembunyikan dokumen palsu dari publik.
Holik Ferdiansyah mengatakan, PT DABN diduga melanggar perjanjian konsesi pelabuhan, yang tertulis di dalamnya bahwa DABN dilarang menggunakan pembiayaan yang bersumber dari APBD dan menggunakan fasilitas yang dibangun menggunakan APBD.
Holik menjelaskan, dalam prakteknya, sebelum menjadi temuan BPK Jatim, DABN diduga melakukan sistem sewa lahan dan fasilitas non konsesi dengan Pemprov dalam hal ini Dishub Jatim sebagai pelaksana.
Kata Holik lagi, Kasus ini diduga menyeret sejumlah nama pejabat penting , baik dari unsur BUMD maupun birokrasi.
"Karena itu, Kejati Jatim harus segera menetapkan tersangka yang diduga terlibat dalam praktek KKN pada kasus itu," kata Holik dalam keterangan tertulis, Kamis 17 Juli 2025.
Adapun pihak-pihak yang diduga terlibat, kata Holik memaparkan, adalah Hadi Mulyo Utomo, Plt Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama, yang sebelumnya menjabat sebagai Dirut DABN.
Berikutnya Andri Irawan, Plt Direktur Utama PT Delta Artha Bahari Nusantara (DABN), sebelumnya menjabat sebagai Direktur Operasional DABN; Nyono, Komisaris Utama PT DABN merangkap Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur; Fauzi, Komisaris Utama PT Petrogas Jatim Utama; Aris Mukiyono, mantan Kepala DPMPTSP Provinsi Jawa Timur, sekarang menjabat sebagai Kepala Dinas ESDM Jatim; Dyah Wahyu Ermawati, Kepala DPMPTSP Provinsi Jawa Timur.
Dia menjelaskan, PT DABN diduga telah mendapatkan SIUP Bongkar Muat tanpa memenuhi ketentuan perizinan, termasuk tidak mencantumkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 52240 (Bongkar Muat Barang) dalam Nomor Induk Berusaha (NIB), sebagaimana disyaratkan dalam PP 5/2021, Permenhub No. PM 59/2021, Peraturan BPS 2/2020, dan Pergub No. 96/2020.
Lebih lanjut dia menyebutkan, rekomendasi teknis dari Dinas Perhubungan yang menjadi dasar penerbitan SIUPBM diduga cacat secara hukum, karena ditandatangani oleh Nyono yang saat itu juga menjabat sebagai Komisaris Utama di perusahaan penerima izin dalam hal ini DABN.
Sehingga, katanya, menimbulkan konflik kepentingan dan pelanggaran terhadap UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik serta PP No. 45/1990 tentang larangan rangkap jabatan bagi ASN.
Adapun Aris Mukiyono, selaku Kepala DPMPTSP saat itu, diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menerbitkan SIUPBM berdasarkan dokumen yang tidak sah, tanpa melakukan verifikasi kelengkapan izin dan legalitas kegiatan usaha. Hal ini diduga melanggar Peraturan BPS No. 2/2020, dan Pergub No. 96/2020
Sementara itu, masih kata Holik, Dyah Wahyu Ermawati, sebagai pejabat yang saat ini memimpin DPMPTSP, diduga berupaya menyembunyikan fakta pemalsuan dokumen dan tidak menjalankan prinsip keterbukaan informasi publik sesuai UU No. 14/2008.
"Achmad Fauzi, sebagai Komisaris Utama pemilik saham DABN diduga mengetahui dan/atau membiarkan praktik manipulasi perizinan ini dan KKN di DABN terjadi yang berpotensi merugikan keuangan negara dan menabrak prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG)," ungkapnya.
Selain itu, diapaparkan Holik lagi, Hadi Mulyo Utomo mantan Dirut DABN yang diduga secara gamblang dan pasti mengetahui dan terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi dan kegiatan aktivitas bongkar muat ilegal yang mengarah pada indikasi pengemplangan pajak.
Tak hanya itu, Andri Irawan mantan Direktur Operasional DABN yang diduga juga terlibat korupsi dan aktivitas bongkar muat illegal, serta berupaya menyebarkan hoax ke publik dengan mengklaim memiliki KBLI khusus bongkar muat dan konsultasi kenaikan tarif bagi pengguna jasa.
"Oleh karenanya, KCB meminta segera diterbitkan sprindik dalam kasus itu," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: