Kasus ini menyeruak setelah ditemukan indikasi kuat bahwa barang hibah yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah.
"Ada sekitar 30 kepala sekolah yang kami periksa. Kami juga masih terus mengumpulkan bukti tambahan," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar dikutip
RMOLJatim, Sabtu 7 Juni 2025.
Saiful menjelaskan bahwa dalam proses penyidikan terungkap adanya kejanggalan dalam penyaluran barang hibah. Di mana banyak SMK yang menerima peralatan yang tidak relevan, dengan jurusan atau program keahlian yang dimiliki.
"Misalnya SMK teknologi informasi justru diberi sepeda motor untuk praktik. Padahal mereka tidak memiliki jurusan otomotif, dan banyak kasus serupa yang kami temukan," jelasnya.
Kasus ini sendiri bermula dari penyaluran dana hibah tahun anggaran 2017 senilai total Rp65 miliar yang dibagi dalam dua paket pekerjaan.
Paket pertama senilai lebih dari Rp30,5 miliar untuk 12 SMK, dan paket kedua senilai Rp33 miliar untuk 13 SMK lainnya.
Menariknya, seluruh proyek ini dimenangkan oleh dua perusahaan, yakni PT DDR dan PT DSM.
Penyidikan ini menjadi sorotan publik mengingat pentingnya akuntabilitas dalam penggunaan dana hibah, terlebih yang ditujukan untuk sektor pendidikan.
Meski telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi pada 12 Maret 2025 lalu dan menemukan sejumlah barang bukti, Kejati Jatim hingga kini belum menetapkan tersangka dalam perkara ini.
"Kami saat ini masih terus mendalaminya, masih tahap penyidikan. Untuk penetapan tersangka juga masih belum," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: