Hal itu terkait laporan dugaan rasuah pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU).
Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, jika KPK memiliki alat bukti yang cukup terkait keterlibatan Febrie dalam kasus tersebut, KPK dapat mengajukan permohonan upaya paksa kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, termasuk izin pemeriksaan terhadap Febrie.
Jika permohonan itu diajukan, Hudi menegaskan Jaksa Agung harus memberikan izin kepada KPK untuk melakukan upaya tersebut.
"Kalau memang alat buktinya udah cukup, tidak ada alasan (bagi Jaksa Agung) untuk tidak menandatangani (persetujuan pemeriksaan terhadap Jampidsus)," jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Minggu, 9 Februari 2025.
Ia menerangkan, jika Pasal 8 Ayat 5 UU Kejaksaan menjadi penghambat KPK dalam memeriksa Febrie karena terkendala izin Jaksa Agung, maka pasal tersebut perlu direvisi. Mengingat, pasal tersebut mengatur bahwa penyidik baru dapat melakukan upaya paksa terhadap jaksa bermasalah jika mendapat izin dari Jaksa Agung.
"Kalau dianggap itu dapat merintangi proses, ya memang harus diubah. Semua instansi punya aturan, apalagi dalam tindak pidana minimal ada kecukupan alat bukti," pungkasnya.
Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto sebelumnya mengatakan laporan dari masyarakat dipastikan akan dilakukan verifikasi, telaah, dan dilakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket).
"Bila dianggap sudah memenuhi syarat untuk dinaikkan ke penyelidikan, tentunya akan dinaikkan ke penyelidikan kan. Bila ada persyaratan yang masih kurang, akan dimintakan kepada pihak pelapor untuk memenuhi," kata Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa, 4 Februari 2025.
Namun, lanjut dia, hingga saat ini, belum ada penyidikan terkait dengan laporan yang dilayangkan Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST).
"Sepanjang sepengetahuan saya memang belum ada subjek atau objek perkara yang tadi ditanyakan di tingkat penyidikan, sampai dengan saat ini belum ada," pungkas Tessa.
Sementara itu, Koordinator KSST, Ronald Loblobly mengatakan, pihaknya meyakini KPK era kepemimpinan Setyo Budiyanto dkk tidak akan tebang pilih dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Kami optimis karena bagaimana pun juga KPK dengan komposisi kepemimpinan yang baru saya rasa cukup paripurna,
leader-leader mereka saya yakin. Tinggal mereka memilah mana yang menjadi target mereka di kepemimpinan yang ada sekarang," kata Ronald kepada wartawan, Jumat, 24 Januari 2025.
Pihaknya pun sudah beberapa kali bertemu dengan tim penindakan KPK membahas laporannya tersebut.
"Saya sudah berkomunikasi dan bertemu beberapa kali dengan penyidik, dan mereka sudah menerima dengan baik. Mereka akan melakukan pendalaman. Dokumen sudah saya serahkan ke KPK. Kalau dari saya (bukti) sudah pasti lengkap," ungkap Ronald.
Pada Senin, 27 Mei 2024, KSST melaporkan Jampidsus Febrie Adriansyah, hingga pejabat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ke KPK.
KSST merupakan koalisi gabungan dari beberapa organisasi masyarakat, seperti Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Indonesia Police Watch (IPW), dan praktisi hukum seperti Deolipa Yumara.
KSST menduga ada perbuatan rasuah dalam pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa satu paket saham PT GBU. Saham tersebut merupakan rampasan dari kasus korupsi asuransi PT Jiwasraya yang dilelang Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung pada 18 Juni 2023 dan dimenangkan PT Indobara Putra Mandiri (IUM).
Dugaan tindak pidana korupsi tersebut patut diduga menggunakan modus operandi markdown nilai limit lelang. Di mana, nilai pasar wajar atau
fair market value 1 paket saham PT GBU pada kisaran Rp12 triliun, direndahkan menjadi Rp1,945 triliun, yang memperkaya AH, mantan narapidana kasus korupsi suap, pemilik PT MHU dan MMS Group. AH, BSS, dan YS merupakan Beneficial Owner dan/atau pemilik manfaat PT IUM sebenarnya.
BERITA TERKAIT: