Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dewas KPK Sebut Perkara Etik Nurul Ghufron Paling Menjengkelkan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 13 Desember 2024, 02:02 WIB
Dewas KPK Sebut Perkara Etik Nurul Ghufron Paling Menjengkelkan
Konferensi pers kinerja Dewas KPK periode 2019-2024/RMOL
rmol news logo Persidangan kode etik Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dianggap Dewan Pengawas (Dewas) sebagai perkara yang menjengkelkan. 

Pasalnya, KPK mendapatkan serangan balik bertubi-tubi dari Ghufron.

Hal itu diungkapkan Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean saat memaparkan kinerja Dewas KPK periode 2019-2024 di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jalan HR Rasuna Said Kav C1, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 12 Desember 2024.

"Perkara yang sulit masalah etik yang bikin pusing, ya pimpinan KPK. Itu yang paling tersulit, yang terakhir ini, seorang pimpinan KPK. Kenapa sampai sulit? Sampai kami dilaporkan, digugat di PTUN, digugat di Mahkamah Agung (soal) Peraturan Dewan Pengawas. Dewan Pengawas kan bagian dari KPK, kok pimpinan KPK yang menggugat aturan Dewas? Agak aneh itu kan," kata Tumpak kepada wartawan.

Padahal, saat dirinya menjadi pimpinan KPK Jilid I belum ada aturan harus memiliki kode etik di dalam UU 30/2002. Namun, pimpinan KPK saat itu membentuk kode etik khusus 5 pimpinan agar tidak menyimpang.

"Dan norma-norma itu juga yang sampai sekarang kami turunkan dalam IS KPK. Jadi sudah sejak dari dulu juga sudah ada. Kok pimpinan yang sekarang ini menggugat itu, aneh gak? Aneh kan," ungkap Tumpak dengan heran.

Seharusnya, lanjut dia, jika tidak suka dengan ketentuan Dewas, maka orang tersebut jangan masuk di KPK.

"Kalau kamu sudah mau masuk ke sini, ikut aturan di sini. Jangan kau gugat aturannya, aneh. Itu yang paling menjengkelkan. Kau tanyakan itu kan," tegasnya.

Tumpak mengaku, dirinya merasa lebih jengkel kepada Ghufron ketika diadukan ke Bareskrim Polri atas tudingan menyalahgunakan wewenang dan pencemaran nama baik.

"Saya bersyukur bahwa aparat kepolisian bisa melihat ini ngada-ngada, sampai sekarang saya nggak pernah dipanggil. Mencemarkan nama baik, terlalu aneh, aneh sekali itu," pungkas Tumpak.

Senada dengan Tumpak, Anggota Dewas KPK lainnya, Albertina Ho juga menyebut bahwa perkara etik yang melelahkan adalah perkara etik Ghufron.

"Memang yang paling bikin pusing ya memang yang terakhir, yang Pak NG itu. Karena tadi sudah disampaikan Pak Ketua, dengan dilaporkan kami itu ke Bareskrim, kemudian digugat ke PTUN, kemudian ke Mahkamah Agung Judicial Review, otomatis pikiran kami itu harus terbagi, selain mencari bukti-bukti untuk penanganan kasus etik yang dilaporkan terduga itu NG, kami juga harus memikirkan bagaimana membuat jawaban kan, bagaimana mencari bukti-bukti, bagaimana membuktikan semua itu dipersidangan. Cukup memusingkan memang, sangat memusingkan itu," jelas Albertina.

Ia pun merasa heran ketika dilaporkan ke Bareskrim Polri. Keheranan itu dikarenakan hanya 3 anggota Dewas KPK yang dilaporkan. Namun, Albertina tidak menyebutkan siapa saja 3 anggota Dewas yang dilaporkan dimaksud.

"Kami bertiga inilah yang dilaporkan, kenapa yang dua tidak? Kan semua kami laksanakan itu kolektif kolegial, kenapa pilih bertiga, yang dua tidak? Ini juga memusingkan kami sebenarnya," keluh Albertina.

Meski begitu, Albertina mengaku bersyukur karena baik Mahkamah Agung (MA) maupun PTUN Jakarta memenangkan pihak Dewas KPK.

"Sehingga perdewas yang dia ributkan itu keabsahannya sudah ditentukan putusan dari MA maupun putusan di PTUN Jakarta," pungkas Albertina.

Bukan hanya Tumpak dan Albertina, anggota Dewas KPK lainnya, Syamsuddin Haris juga mengeluhkan hal yang sama.

"Yang kasus NG itu kenapa melelahkan, Dewas menghadapi gugatan melalui PTUN itu hitungannya berbulan-bulan, itu cukup lama. Jadi kami membahas, mendiskusikan dengan penasihat hukum, bagaimana menjawabnya dan lain sebagainya itu makan waktu berbulan-bulan. Sehingga waktu kami tersita untuk itu," sambung Syamsuddin menutup.

Pada Jumat, 6 September 2024, Dewas KPK menyatakan Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat 2 huruf b Peraturan Dewas 3/2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.

Di mana menurut Majelis Sidang Etik, Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh sebagai Wakil Ketua KPK atas proses mutasi anak menantu saudaranya, Andi Dwi Mandasari yang merupakan pegawai Inspektorat II di Kementerian Pertanian (Kementan) agar dimutasi ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur.

Ghufron menghubungi Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan sekaligus Plt Inspektur Jenderal (Irjen) Kementan, dan meminta bantuan untuk mutasi Andi Dwi Mandasari, padahal proses mutasi sebelumnya sudah ditolak, dan sedang diproses pengunduran diri Andi Dwi Mandasari.

Permintaan bantuan Ghufron itu pun kemudian disetujui Kasdi Subagyono yang segan terhadap Ghufron karena sebagai Wakil Ketua KPK, serta para pejabat di Kementan sedang khawatir sebab ada informasi bahwa KPK sedang menangani perkara di Kementan.

Majelis Etik Dewas KPK menjatuhkan sanksi sedang kepada Ghufron berupa teguran tertulis. Majelis Etik meminta agar Ghufron tidak mengulangi perbuatannya, dan agar Ghufron selaku pimpinan KPK senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan mentaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK.

Kemudian, Majelis Etik juga melakukan pemotongan penghasilan Ghufron yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20 persen selama 6 bulan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA