Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam kesempatan audiensi dengan sejumlah asosiasi dan pelaku usaha di Provinsi NTB mengingatkan para pelaku usaha untuk mengedepankan praktik bisnis yang kompetitif, bersih, tanpa suap.
"Mari kita ciptakan dunia usaha yang iklimnya tidak mendorong anda untuk menyuap," ujar Ghufron, Jumat (2/9).
Karena kata Ghufron, berdasarkan data KPK tahun 2004-2022 menunjukkan individu pihak swasta yang menjadi pelaku tindak pidana korupsi mencapai 367 orang atau sekitar 26 persen.
Angka tersebut kata Ghufron, lebih tinggi dibandingkan pelaku dari legislatif yaitu 310 orang dan kepala daerah 170 orang. Sementara korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka dan terbukti dipidanakan KPK pasca terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) 13/2016 ada tujuh korporasi.
"Kehadiran KPK tidak hanya untuk menangkap di hilir, tetapi juga menelusurinya di hulunya. Akar masalahnya seperti apa, itulah yang kami dalami untuk lakukan perbaikan," kata Ghufron.
Ghufron menerangkan, upaya pencegahan korupsi di sektor swasta telah digagas KPK sejak 2016 melalui program Profesional Berintegritas (Profit), yaitu gerakan membangun dunia usaha yang anti praktik suap.
Program itu didukung oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, asosiasi bisnis, BUMN, dan pelaku usaha swasta. Salah satu implementasi program Profit diwujudkan melalui pembentukan Komite Advokasi Daerah (KAD) Provinsi yang diinisiasi oleh KPK pertama kali pada tahun 2017.
Oleh karenanya, audiensi dengan para pelaku usaha di wilayah NTB tersebut dalam rangka mendorong asosiasi dan pelaku usaha berperan aktif membangun iklim persaingan sehat di daerah dan melaporkan kendala bisnis yang berpotensi tindak pidana korupsi.
Selanjutnya, bersama-sama dengan regulator dan pemangku kepentingan lain menyusun rekomendasi perbaikan dunia usaha dengan mengimplementasikannya secara akuntabel. Selain itu, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tindak pidana korupsi di sektor usaha.
KPK melalui Direktorat Antikorupsi Badan Usaha fokus pada perbaikan tata kelola dan melakukan
mapping area rawan korupsi, baik dari sisi regulator maupun pelaku usaha dari enam sektor yaitu pangan, energi dan Migas, perkebunan dan kehutanan, kesehatan, infrastruktur dan jasa keuangan.
BERITA TERKAIT: