Dalam tuntutan jaksa, Heru Hidayat dituntut hukuman mati karena dianggap melakukan pengulangan tindak pidana lantaran turut terlibat dalam kasus korupsi Jiwasraya.
Gurubesar hukum pidana Universitas Airlangga, Nur Basuki Minarno menyebutkan, tindak pidana Heru Hidayat dalam kasus Asabri tidak bisa masuk dalam kategori pengulangan tindak pidana. Pasalnya, tindak pidana Heru dalam kasus Jiwasraya hampir bersamaan dengan kasus Asabri.
Menurut Nur, yang berbeda dari keduanya hanya waktu penuntutan di mana kasus Jiwasraya lebih dahulu diproses dari kasus Asabri.
“Kalau saya perhatikan, tempusnya hampir bersamaan. Artinya waktu kejadian perkara itu terjadi bersamaan. Hanya saja proses penuntutannya berbeda. Jadi, ini bukan merupakan pengulangan tindak pidana,†kata Nur kepada wartawan, Sabtu (11/12).
Gurubesar ilmu hukum pidana, Andi Hamzah menjelaskan, suatu perbuatan dinyatakan sebagai pengulangan tindak pidana jika seseorang melakukan tindak pidana baru setelah sebelumnya dinyatakan terbukti bersalah dalam putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Andi mencontohkan, orang yang pernah melakukan tindak korupsi dan telah diputuskan bersalah oleh pengadilan, kemudian yang bersangkutan melakukan tindak pidana korupsi lagi.
"Itu pengulangan, sudah diputus, korupsi lagi. Itu namanya melakukan pengulangan," ujar Andi Hamzah.
Di sisi lain, pakar pidana Universitas Trisakti, Dian Andriawan juga sepakat tindakan Heru Hidayat tidak bisa dikategorikan sebagai pengulangan tindakan pidana.
“Pengulangan perbuatan itu terjadi apabila sudah ada perbuatan yang diputus oleh pengadilan dan kemudian dilakukan suatu perbuatan baru. Kalau ini kasusnya bersama-sama, pengertian yang dikemukakan oleh jaksa itu keliru kalau menurut saya,†demikian Dian.
Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut Heru Hidayat dengan pidana hukuman mati. Jaksa meyakini Heru terbukti bersama-sama sejumlah pihak lainnya telah melakukan korupsi dalam pengelolaan dana PT Asabri (Persero) yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 22,78 triliun.