Pengacara Nur Alam Berharap Hakim Tidak Terpengaruh Komentar Jubir KPK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Sabtu, 17 Maret 2018, 06:25 WIB
rmol news logo Pernyataan jurubicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Dianysah yang mengomentari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU KPK) pada Gubernur Sulawesi Tenggara (nonaktif) Nur Alam menuai protes.

Usai sidang tuntutan perkara Nur Alam, Kamis (8/3) lalu Febri melontarkan komentar bahwa tuntutan kepada Nur Alam merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan perkara yang menjerat kepala daerah yang lain.

Kuasa hukum Nur Alam, Didi Suprianto menilai bahwa pernyataan Febri itu bisa menimbulkan opini baru di tengah masyarakat bahwa Nur Alam merupakan koruptor besar yang memang layak dituntut berat.

Dia berharap, pernyataan Febri ini tidak mempengaruhi majelis hakim dalam mengadili perkara Nur Alam.

"Semoga majelis hakim yang mengadili perkara ini tidak tersandera dengan opini tersebut dan akan tetap khidmat serta obyektif didasari dengan hati nurani yang bersih sebagai wakil Tuhan,” ujarnya sebagaimana keterangan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (17/3).

Bagi Didi, pernyataan Febri tersebut mengusik rasa keadilan dan kebenaran yang tengah diperjuangkan Nur Alam. Apalagi, lanjutnya, fakta-fakta di persidangan yang menguntungkan Nur Alam. Salah satunya,  ahli yang menghitung kerugian akibat kerusakan lingkungan untuk menuntut pidana penjara terhadap Nur Alam selama 18 tahun, yang tidak dapat mempertanggungjawabkan validitas laporannya.

"Banyak ketidakakuratan yang disajikan dalam laporannya yang terungkap di persidangan. Terhadap kesesatan yang disajikan dalam laporan soal kerugian alam itu," kata Didi.

Selain itu, Didi juga menyoroti fakta persidangan tentang kewenangan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menghitung kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,5 triliun. Dalam hal ini, BPKP telah melanggar sejumlah peraturan perundangan yang menentukan bahwa instansi yang berwenang melakukan perhitungan kerugian keuangan negara adalah BPK.

"Kerugian negara yang dihitung oleh KPK hanyalah berdasarkan potential loss dan bukan berdasarkan factual loss,” tukasnya.

JPU KPU menuntut Nur Alam dihukum 18 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Jaksa menilai bahwa Nur Alam telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi. Termasuk, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

Kepada wartawan, Febri menyebut bahwa tuntutan jaksa KPK terhadap Nur Alam merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan perkara yang menjerat kepala daerah yang lain.

"Tadi sudah didengar sama-sama, saya kira ini termasuk tuntutan yang tertinggi kalau dibanding dengan kepala daerah yang lain," katanya. [ian]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA