Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menjelaskan bahwa bukti rekaman yang diajukan KPK sifatnya sudah masuk dalam materi kasus, sehingga tidak layak untuk diputar di praperadilan. Praperadilan, jelasnya, hanya sebatas menguji prosedur penetapan seorang tersangka.
"Hakim sudah benar itu menolak pemutaran rekaman. Hakim jangan takut pada siapapun, harus berpegang pada keyakinannya," jelasnya saat dihubungi wartawan, Jumat (29/9).
KPK, kata Margarito, seharusnya juga tidak memaksa Hakim Cepi untuk memutar rekaman dalam sidang tersebut. Ini karena pemutaran rekaman sudah masuk dalam ranah materi.
"Tidak tepat teman-teman memaksakan untuk memutar rekaman, karena itu sudah masuk ranah materiil‎," ucapnya.
Ia pun meminta semua pihak untuk menghargai hasil putusan praperadilan yang telah mengabulkan gugatan Setya Novanto. Menurutnya, keputusan ini merupakan ranah hukum yang tidak perlu diperdebatkan lagi.
"Anda harus pegan‎g adalah putusan pengadilan. Jadi jangan memakai opini dalam menilai," pungkasnya.
Dalam sidang putusan siang tadi (Jumat, 29/9) Hakim Cepi menilai ‎penetapan tersangka dari KPK kepada Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus KTP-el tidak sah. Cepi kemudian memutuskan untuk mengabulkan tuntutan Novanto dalam persidangan tersebut.
Untuk itu, Hakim Cepi turut memerintahkan KPK‎ untuk menghentikan segala proses penyidikan terhadap Novanto.
"Memerintahkan kepada Termohon (KPK) untuk menghentikan penyidikan Nomor 56/01/07 tanggal 17 Juli 2017 terhadap Setya Novanto," ujarnya.
[san]
BERITA TERKAIT: