"Proses pengadaan Sukhoi masih berjalan, dan beli Sukhoi itu gak seperti kita beli kacang goreng. Kita mesti pesen dulu, nanya-nanya dulu, terus koorÂdinasi sama presiden. Saya gak mau beli sembarangan, harus sesuai prosedur dan disesuaikan dengan anggaran yang kita puÂnya," kata Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu usai memberi pembekalan keÂpada puluhan petinggi perguruan tinggi tentang pentingnya pemÂbinaan kesadaran bela negara bagi mahasiswa baru tahun 2017 di Kantor Kemhan, Jakarta Pusat, kemarin.
Bekas Kepala Staff Angkatan Darat (KSAD) ini mengaku, suÂdah beberapa kali bolak balik ke Rusia untuk bernegosiasi menÂgenai harga. Proses negosiasi juga bukan waktu yang sebentar mengingat jauhnya jarak kedua negara.
"Itu negosiasi, lama, mesti bolak balik. Saya ke sana bukan seperti beli mobil. Pagi berangÂkat, bayar, mobil bisa langsung kita dibawa pulang. Nah kalau Sukhoi, kalaupun sudah ada kesepakatan pembelian, pesaÂwatnya mesti dibuat dulu, lama," ujarnya.
Ryamizard menjelaskan, alaÂsan mengenai lamanya waktu bernegosiasi dengan pemerinÂtah Rusia agar Indonesia bisa mendapatkan 11 unit pesawat Sukhoi 35 dari awal pembelian delapan unit pesawat. Sebab, mekanisme pembelian akan dilakukan menggunakan sistem imbal dagang guna menghemat anggaran.
"Dalam nego saya mau harÂganya harga dasar. Nggak mau saya yang dulu-dulu. Dulu 8-8, sekarang harus 8-11, dan saÂya mau pembayarannya 50 persen dengan imbal dagang. Termasuk perusahaan Sukhoi bangun pabrik di sini. Kita nego itu. Mudah-mudahan ini jadi," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Ryamizard mengaku dirinya tidak pernah berfikir untuk meÂnyelesaikan konflik antar negara dengan cara perang alutsista (Alat Utama Sistem Pertahanan). Sebab, menurut dia, masih ada cara lain yang lebih elegan untuk menyelesaikan masalah tanpa harus ada jatuh korban jiwa akibat terjadinya perang alutsista tersebut. "Saya gak mau seperti itu, karena saya berfikir masih ada cara lain yang lebih baik dari itu," katanya.
Salah satu alasannya, kata Ryamizard, saat ini Indonesia masih jauh dari ancaman perang alutsista karena berada di wilayah negara ASEAN yang sudah akrab dan berjanji tidak akan berperang jika ada konflik antarnegara. Karenanya, dia menyatakan tak akan ada pepÂerangan antarnegara.
"Kalau mau perang, kita mau perang sama siapa? Kita ini suÂdah 50 tahun lebih di ASEAN, dan tidak pernah ada perang. Aman, kita semua berteman akrab, malahan sudah berjanji kalau ada sengketa jangan disÂelesaikan dengan senjata, tapi dialog, agar tidak terjadi perÂtempuran. Saya berpikir perang sudah tidak ada," tuturnya.
Oleh karena itu, Ryamizard berpendapat, pengadaan alutsista bukan hal prioritas mengingat ancaman terhadap Indonesia sekarang hanyalah perang non fisik. Seperti perang ideologi yang belakangan marah terjadi belakangan ini.
"Perang non fisik, ideologi, ini cuma bisa diatasi dengan bela negara. Makanya, sekarang ada sistem pertahanan semesta. Jadi boleh kita agak kurang masalah alutsista dibanding negara lain, tapi di Asia Tenggara kita masih terbaik," ucapnya.
Ryamizard pun menekankan agar seluruh institusi perguruan tinggi memberi pemahaman bela negara kepada mahasiswa baru. Tujuannya, agar para calon intelektual tidak terpaÂpar paham radikalisme yang penyebarannya belakangan marak terjadi di lingkungan kampus. ***
BERITA TERKAIT: