Koalisi itu terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, SAFEnet, Imparsial, Mafindo, dan lain-lain.
"Salah satu seruan kami adalah meminta negara tidak menganggap ini persoalan sepele atau hanya menganggap ini konflik horisontal. Tapi harus menemukan fakta yang lebih dalam untuk melihat siapa aktor sesungguhnya," ujar Ketua Umum YLBHI, Asvinawati saat konferensi pers di kantornya, Jalan Diponegoro, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (1/6).
Asvin menilai tindakan persekusi di sosial media yang saat ini ramai di masyarakat lebih sulit untuk dihentikan karena pelaku memanfaatkan teknologi digital yang bisa dengan cepat menyebarkan seruan-seruan provokatif.
"Karakter digital bisa melintasi ruang dan waktu dengan sangat cepat. Kalau jaman dulu persekusi ini bisa ditahan, jaman digital keluasan bisa sangat membahayakan orang-orang yang ditarget," katanya.
Berdasarkan data di YLBHI, Asvin menyebutkan bahwa dalam sepekan bisa terdapat lima tindakan persekusi yang terjadi di lima daerah berbeda. Seperti pada 23 Mei di Balikpapan, 25 Mei di Kukar Tenggarong, 27 Mei di Cimahi, 28 Mei di Denpasar, dan 29 Mei di Jakarta.
"Kalau kita lihat perkusi lahir dari konteks kejahatan kemanusiaan yang memerlukan dua syarat yaitu sistematis dan meluas. Ada sebuah niat," imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Koordinator SAFEnet, Damar Juniarto juga mengatakan bahwa tindakan persekusi dapat mengancam demokrasi Indonesia. Karena orang mengambil alih peran negara untuk menetapkan seseorang bersalah dan melakukan penghukuman tanpa melalui proses hukum.
"Ketakutan akan menjadi teror yang melumpuhkan masyarakat sebagai ruang untuk saling berbicara, berdebat secara damai. Sehingga bisa menjadi masyarakat yang dewasa dalam menyikapi perdebatan," kata Damar.
[rus]
BERITA TERKAIT: