Hadir dalam sidang tersebut Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono. Dia datang untuk mendukung Mahkamah Agung (MA) yang digugat oleh mantan Wakil Ketua DPD RI, GKR Hemas dan Farouk Muhammad.
"Saya support MA. Karena DPD juga memiliki kepentingan saya cek," jelasnya di lokasi.
Nono yakin tergugat, dalam hal ini MA akan mampu memenangkan kasus tersebut. Pasalnya, menurut dia, pelantikan DPD RI sesungguhnya​ memiliki dasar hukum kuat dalam melantik pimpinan senator yang baru, yakni Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang dan dua Wakil Ketua DPD RI Darmayanti Lubis dan Nono sendiri.
"MA itu sebuah lembaga tinggi, lembaga hukum peradilan tidak mungkin jalankan suatu tindakan tanpa ada landasan hukum. Kita harus tahu bahwa pejabat tinggi seperti ketua dan wakil ketua MA adalah birokrat negara bukan seperti aparat sipil negara tapi posisi juga merupakan hakim agung. bukan orang biasalah, dalam pertimbangkan hukum tidak mungkin gegabah," jelasnya.
PTUN Jakarta Timur mengadili permohonan pembatalan sumpah jabatan Pimpinan DPD RI Oesman Sapta Odang (Oso) oleh Wakil Ketua MA Suwardi. Sidang gugatan itu dengan agenda mendengarkan saksi ahli. Pihak pemohon menghadirkan saksi ahli yaitu Prof. Bagir Manan. Sementara, dari pihak termohon menghadirkan saksi ahli Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra.
Yusril menilai gugatan yang dilayangkan GKR Hemas dan Farouk Muhammad salah alamat. Pasalnya, menurut dia, itu bukanlah objek keputusan tatanegaraan.
"Sekarang Anda bisa saja mengajukan gugatan dan mengatakan Monas itu milik engkong saya, persoalan gugatan itu diterima atau tidak tergantung hakim pengadilan," urai Yusril.
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa pengambilan sumpah atau pelantikan pimpinan negara oleh MA tersebut bukan tindakan administrasi dan bukan tindakan yudistisial, melainkan hanya sebatas tindakan seremonial ketatanegaraan.
"MA hanya memiliki kewenangan dan berkewajiban untuk melakukan pelantikan bukan memutuskan," imbuhnya.
Sebab menurutnya, pemilihan pimpinan para senator yang baru beberapa waktu lalu itu berdasarkan hasil keputusan paripurna DPD RI sendiri. Terlebih keputusan diambil secara aklamasi. Rapat paripurna DPD RI ketika itupun menurutnya juga telah quorum. Karenanya, dari aspek yuridis, pelantikan itu sah.
"MA itu hanya pengambilan sumpah," tukasnya.
[sam]
BERITA TERKAIT: