Kali ini untuk diperiksa sebagai saksi atas laporan mereka akan adanya praktek kecurangan politik oleh pasangan calon petahana, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
ACTA melaporkan pelapor dan saksi kasus hujan sembako yang diduga dilakukan oleh tim Ahok-Djarot.
Wakil Ketua ACTA Nurhayati menjabarkan, pembagian sembako terjadi di 15 tempat berbeda yaitu Kalibata City, Kampung Melayu, Rawa Terate, Duri Kepa, Kampung Maja Kalideres, Jatipulo Palmerah, Cipinang Besar Selatan, Gang Haji Madi Jakarta Selatan, Pulau Untung Jawa, Jagakarsa, Kemang Utara, Petamburan, Petogogan, dan Keramat Lontra.
Pihaknya menganggap kasus ini memenuhi unsur terstruktur, sistematis dan masif karena diduga melibatkan struktur partai tertentu. Di samping itu dilakukan secara terencana yang diindikasikan dari adanya pola yang sama dan terjadi di berbagai daerah dalam skala yang besar.
"Kami berharap agar Bawaslu bisa mengusut kasus ini hingga tuntas. Individu pelakunya harus dikenakan sanksi pidana, dan bila terbukti ada keterlibatan pasangan Ahok-Djarot maka Bawaslu jangan ragu untuk mendiskualifikasi mereka," kata Nurhayati di kantor Bawaslu, Sunter, Jakarta Utara, Senin (24/4).
ACTA, tegas Nurhayati, memandang politik uang sebagai kejahatan serius terhadap demokrasi karena bisa memanipulasi aspirasi rakyat dalam proses pemilihan.
"Meski demikian kami menyampaikan rasa hormat warga DKI yang sangat gigih melakukan perlawanan terhadap politik uang. Dalam setiap kasus yang kami tangani, semua informasi awal kami dapatkan dari masyarakat yang menolak adanya pembagian sembako," jelasnya.
Kendati Pilkada DKI sudah berakhir, ACTA berkeinginan tetap memproses kasus hujan sembako ini bukan karena ingin mendeskreditkan pasangan Ahok-Djarot, tapi memastikan hukum ditegakkan dalam kondisi apapun.
"Jangan sampai praktek politik kotor yang terjadi kemarin bisa dicontoh di daerah-daerah lain karena tidak adanya penegakan hukum yang tegas," demikian Nurhayati.
[wid]
BERITA TERKAIT: