Hal ini, kata Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Mulyadi P. Tamsir, bukan sekedar karena yang tertangkap adalah ketua lembaga tinggi negara, namun juga karena nilai operasi KPK yang sangat kecil jika dibandingkan dengan tugas dan wewenang KPK serta biaya yang harus dikeluarkan oleh negara untuk membiayai setiap kasus.
Bahkan, beberapa waktu lalu, KPK juga menggemparkan masyarakat karena melakukan penutupan kasus Bailout Century dan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kedua kasus ini merupakan kasus megaskandal yang merugikan negara triliunan rupiah.
"Perbandingan dua kasus tersebut memunculkan pertanyaan dalam pikiran kita, bagaimana keseriusan KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi? Apakah murni untuk penegakan hukum atau hanya sebagai alat pencitraan? Berpihak kepada siapakah gerakan KPK, kepada rakyat atau konglomerat?? Menangkap koruptor atau justru melindungi koruptor?" kata Mulyadi dalam keterangan beberapa saat lalu (Senin, 19/8).
Mulyadi berharap KPK dapat bekerja secara serius melakukan penegakan hukum dengan menangkap koruptor untuk kepentingan rakyat. Dan karena itu, KPK mesti ingat bahwa tugasnya selain melakukan tindakan pemberantasan korupsi juga untuk mengembalikan uang negara.
"Kita berharap KPK bisa menangkap kasus-kasus besar, sehingga bisa menyelamatkan uang negara di tengah kondisi keuangan negara yang sedang mengalami defisit," tegas Mulyadi.
Sebagai salah satu solusi memperkecil defisit anggaran, sambung Mulyadi, seharusnya Presiden Jokowi juga dapat menginstruksikan KPK untuk segera mengungkap kasus megaskandal BLBI dan Billout Century, bukan justru dengan menutup kasus tersebut.
"Semoga Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Ketua DPD bukan dijadikan sebagai alat untuk menutupi pemberhentian kasus megaskandal yang melibatkan para cukong. Kita berharap KPK bisa kembali kepada tugas dan fungsinya, yakni melakukan pemberantasan dan pencegahan korupsi serta mengembalikan uang negara," demikian Mulyadi.
[ysa]
BERITA TERKAIT: