Dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan Andri, Jaksa Penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan percakapan Andri dengan Taufik, besan mantan Sekretaris MA, Nurhadi.
"Pertama Taufik yang merupakan besan dari Nurhadi (Sekretaris MA) yang meminta kepada terdakwa memantau perkara di tingkat MA sebagaimana percakapan melalui Whatsapp maupun SMS yaitu perkara Nomor 490/K/TUN/2015," ucap Jaksa Muhammad Burhanuddin dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (4/8).
Diketahui perkara Nomor 490/K/TUN/2015 merupakan perkara sengketa kepengurusan Partai Golkar antara Aburizal Bakrie atau Ical versus Agung Laksono, Zainuddin Amali, serta Menteri Hukum dan HAM.
Berikut percakapan pada tanggal 29 September 2015, antara Andri dan Taufik dalam pesan singkat yang dibeberkan Jaksa di persidangan.
"Udah bos, (perkara) AL (Agung Laksono) dah ada majelisnya bos," ujar Andri dalam percakapan via pesan singkat.
"Gimana, AL kita bisa di samping-samping aja?" balas Taufik.
"AL kita main pinggir-pinggir aja bos," jawab Andri.
"Kalo udah ada nomor sepatu pinggiran aku dikabari segera bos," kata Taufik.
"No.490K/TUN/15 bos. Semoga bos dikasih sehat dan urusan kita lancar semua. Amin. Semoga main pinggiran kita lancar," ujar Andri.
"Insya Allah. Kalau sudah bisa mulai kabari aku. Nanti aku kontak yang bersangkutan," ujar Taufik.
"Ya bos. sudah kita mulai hari ini. Itu nomor kita dapat duluan," ucapnya.
Lalu pada 6 Oktober 2015 Andri kembali mengirim pesan kepada Taufik. Dia mengabari kalau perkara kasasi Golkar sudah mulai 'bergerak'. Andri juga menyebut siapa ketua dan anggota majelis hakim kasasinya.
"Bos untuk AL dah bergerak ya. anggotanya Irvan-Supandi-Imam (kepala Suku)," kata Andri.
Dua hari kemudian, tepatnya 8 Oktober 2015, Andri kembali mengabari Taufik soal persiapan sidang yang akan dimulai minggu depan.
"Bos, AL minggu depan persiapan sidang," ucap Andri.
Adapun, perkara Golkar ini pada tingkat pertama di PTUN Ical memenangkan gugatan itu, namun di tingkat banding di PTTUN gantian kubu Ical yang kalah. Baru pada tingkat kasasi kubu Ical kembali menang dan putusan kasasi telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht.
Dugaan permainan putusan kasasi Golkar berawal dari kasus dugaan suap penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur yang menyeret Andri Tristianto Sutrisna.
Andri didakwa menerima suap sebesar Rp 400 juta dari pihak yang sedang berperkara di MA. Uang sebesar Rp 400 juta tersebut diberikan agar Andri untuk mengusahakan agar Ichsan tidak segera dieksekusi oleh jaksa untuk menjalani hukuman. Selain itu juga agar pihak Ichsan memiliki waktu untuk mempersiapkan memori pengajuan peninjauan kembali (PK).
Selain menerima suap, Andri juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta. Pemberian uang Rp 500 juta tersebut diberikan oleh Asep Ruhiat, seorang pengacara di Pekanbaru. Asep menyampaikan kepada Andri bahwa ia sedang menangani beberapa perkara di tingkat kasasi atau peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.
Atas perbuatannya, Andri didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[zul]
BERITA TERKAIT: