Sebab, pada peristiwa itu tak hanya suaminya saja yang menjadi korban. Selain Edy Suwardy Suryaningrat, sang suami, putra kesayangannya yang baru lulus fakultas kedokteran Universitas Trisakti, Dimas Qadar Radityo juga menjadi korban. Bapak dan anak tersebut tewas.
Pada 14 Maret lalu, gedung Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) lama di RS AL Mintohardjo, Jakarta Pusat, terbakar. Kejadian tersebut mengakibatkan 4 orang meninggal dunia. Korban meninggal tersebut adalah Irjen (Purn) Abubakar Nataprawira (65), Edi Suwandi, dr Dimas (28), dan Sulistyo (54).
Peristiwa itu terjadi pada pukul 13.00 WIB. Saat itu, RS sedang melakukan terapi yang dimulai pada pukul 11.30 WIB dengan tekanan 2,4 atmosfir. Pukul 13.10 WIB terlihat percikan api di dalam chamber. Operator dengan cepat membuka system fire, tapi api dalam chamber secara cepat langsung membesar dan tekanan dalam chamber naik dengan cepat. Akibatnya safety valve terbuka dan menimbulkan ledakan.
Pada pukul 14.00 WIB, korban dapat dievakuasi dan segera dibawa ke kamar jenazah RSAL Mintohardjo. Para petugas dan penunggu yang ada di Kamar Udara Bertekanan Tinggi (KUBT) langsung di evakuasi ke UGD RSAL Mintohardjo guna mendapat perawatan intensif akibat asap.
Namun Susilowati sepertinya belum mengikhlaskan kepergian Dimas. Sebab menurut dia, Dimas tidak akan menjadi korban kalau saja tidak masuk ke dalam tabung terapi oksigen tersebut, apalagi oleh pihak penanggungjawab Chamber Hiperbarik RSAL Mintohardjo, dr Merlin, Dimas masuk ke tabung sebagai pendamping bapaknya.
"Saya tidak terima kalau pihak RSAL Mintohardjo menyebut kalau Dimas masuk ke tabung itu sebagai pendamping. Dimas justru dipaksa masuk ke tabung," kata Susilowati kepada
Kantor Berita Politik RMOL, seusai rapat dengar pendapat antara Komisi IX DPR dengan pengelola RSAL Mintohardjo terkait kasus tersebut di gedung DPR, Senin (30/5).
Dengan suara terbata-bata dan mata berkaca-kaca, Susilowati masih mengingat terakhir kali anaknya menghubungi dirinya dan memberitahukan kalau dia menemani Bapaknya untuk terapi oksigen di RSAL Mintohardjo.
"Saya dan Dimas terus berkomunikasi dan dia mengatakan kalau dipaksa masuk ke dalam tabung oksigen oleh operator bernama Winarti. Padahal Dimas tidak mau masuk," kata Susilowati.
Apa alasan Winarti memaksa Dimas masuk ke tabung? Dia tak tahu secara pasti. "Katanya gratis," ujarnya singkat.
Menurut dia, sebelum Dimas, sebelumnya sesi terapi oksigen pertama mantan Menteri Kelautan dan sesi kedua KASAL. Dan di dalam tabung menurut dia hanya ada seorang perawat yang bernama Mashuri.
Sedangkan Merlin sama sekali tidak terlihat saat peristiwa itu terjadi. Ketidakhadiran Merlin, sebagai penanggungjawab terapi itu sangat dia sesalkan dan dianggapnya sebagai pihak yang ikut bertanggungjawab atas tewasnya Dimas.
"Sebagai kepala Chambers Hiperbarik dia seharusnya setiap saat ada di lokasi sebab terapi oksigennya kan terjadwal. Tapi saat peristiwa itu dia tapi tidak ada," kata Susilowati setengah terisak.
Dia menambahkan kematian anaknya tersebut tidak akan bisa dia lupakan. Bahkan pihaknya terus mencari keadilan baik perdata dan pidana atas kelalaian RSAL Mintohardjo.
"Sampai kapan pun saya akan menuntut keadilan," tegasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: