MA Menangkan Nenek Yang Digugat Dua Anak Kandungnya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 07 April 2016, 13:11 WIB
rmol news logo Nenek bernama Kentjana Sutjiawan (84) kini bisa bergembira. Perjuangannya 10 tahun melawan dua anak kandungnya sendiri lewat jalur hukum, akhirnya berbuah hasil positif.

"Saya benar-benar senang setelah berjuang 10 tahun, saya dapat kembali tanah milik saya sendiri,” kata Kentjana Sutjiawan, Kamis (7/4).

Dia sempat dituntut pidana hanya karena dua anak kandungnya ingin menguasai tanahnya seluas 5.200 meter di Jalan Gedong Panjang Nomor 47, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.

Hari ini, Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengeksekusi tanah yang di atasnya berdiri Rumah Duka Heaven itu, guna menindaklanjuti putusan Peninjauan Kembali (PK) yang mengabulkan permohonan Kentjana atas dua anak kandungnya, Edhi Sudjono Muliadi (anak pertama) dan Suwito Muliadi (anak kelima).

"Ini bukan tanah warisan tapi tanah milik saya yang telah dibeli sejak 1975," katanya, di atas kursi roda.

Didampingi ketiga anaknya, nenek yang hampir tidak bisa jalan lagi ini berkisah tentang tekadnya melawan kedua anaknya. Kedua anak tersebut bukan saja mengusir, tapi menguasai tanah dan membangun Rumah Duka Heaven tanpa seizinnya. Kentjana sempat dipidanakan dengan tuduhan penggelapan dan pemalsuan surat sertifikat tanah. Pada akhirnya, Pengadilan Negeri Jakut membebaskannya karena tuduhan itu tidak terbukti.

"Suwito bilang 'sertifikat Mama hilang, yang ada itu sertifikat milik saya' kata Suwito. Kok punya anak seperti begini," katanya sembari menahan tangis.

Kedua anaknya mengaku bahwa tanah itu merupakan tanah warisan dari ayahnya yang meninggal pada 1971.

"Bagaimana itu tanah warisan, saya membeli tanah pada 1975 setelah suami saya meninggal. Jadi ini bukan tanah warisan," katanya.

Upaya kedua anak itu mempidanakan ibu kandungnya tidak berhenti di situ. Mereka pun berusaha mengusir ibunya ke Tiongkok dengan mengadukan sang ibu dalam kasus pemalsuan dokumen kependudukan. Edhi dan Suwito melapor ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM bahwa ibunya bukan warga negara Indonesia. Padahal, Kentjana mengantongi bukti kewarganegaraan Indonesia bernomor 527908/AL tanggal 16 Maret 1962; surat pernyataan ganti nama nomor 144965/GN/DB/1968 tanggal 8 Januari 1968; KTP atas nama Kentjana oleh Pemkot Jakarta Barat; paspor atas nama Kentjana tanggal 29 Mei 1975 dan sudah diperpanjang serta bukti-bukti lainnya.

Akibatnya paspor Republik Indonesia Kentjana Sutjiawan dicabut. Ia terancam diusir dari tanah airnya sendiri. Padahal Kentjana telah menjadi pemilih dalam lima kali pemilu di Indonesia.

Kuasa hukum Kentjana, Dedy Haryadi, menyatakan pelaksanaan eksekusi berjalan lancar dan pihak termohon menerima putusan PK tersebut.

"Pemilik gedung menyerahkan secara sukarela," katanya.

Dedy menyebutkan kedua anak itu ingin menguasai tanah untuk jaminan kredit, namun Kentjana tidak mau memberikannya karena tanah itu merupakan tanah anak-anaknya yang lain.

Anak sulungnya Edhi, mengajukan gugatan ke PTUN dan PN Jakarta Utara pada 2011, namun pengadilan tingkat pertama itu mengabulkan gugatan Edhi dengan membatalkan putusan Kakanwil BPN mengenai kepemilikan sertifikat tersebut.

"Hingga di tingkat Peninjauan Kembali, MA memenangkan Kentjana dan dia pemilih sah dari tanah itu," jelas Dedy. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA