Dia menjelaskan, dugaan pemufakatan jahat yang tengah diusut Kejaksaan Agung yang melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto, Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Syamsudin dan pengusaha Riza Chalid merupakan salah satu bentuk perluasan ketentuan tindak pidana seperti penyertaan, pembantuan ataupun percobaan.
"Dalam hal ini telah ada pemufakatan jahat apabila dua orang atau lebih telah bersepakat akan melakukan kejahatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 KUHP," kata Chairul, Sabtu (8/1).
Dengan demikian, lanjut dia, pemufakatan jahat bukan tindak pidana yang berdiri sendiri. Melainkan bagian dari persiapan melakukan penyertaan yaitu membuat kesepakatan di antara beberapa orang untuk melakukan tindak pidana tertentu.
"Selain itu, tidak semua pemufakatan merupakan tindak pidana, tetapi hanya kesepakatan akan melakukan tindak pidana tertentu," jelas Chairul.
Menurutnya, suatu tindak pidana pemufakatan jahat juga baru dapat dipidana jika telah ada kesepakatan dua orang atau lebih untuk melakukan kejahatan tersebut dengan kesengajaan atau opzettelijke.
"Artinya pihak-pihak yang melakukan kesepakatan itu harus menyadari dan menghendaki hal tersebut," beber Chairul.
Chairul yang juga anggota tim perancang Rancangan Undang Undang (RUU) KUHP juga menjabarkan soal penerapan pemufakatan jahat atas perbuatan tindak pidana terhadap Setya Novanto terkait rekaman pembicaraan dengan Maroef Syamsudin dan Riza Chalid pada 8 Juni 2015.
Dia berpendapat, mengacu pada dokumen-dokumen dan pendapat hukum tidak dapat diterapkan tindak pidana pemufakatan jahat atas pertemuan ketiga pihak tersebut. Alasannya, dalam pasal 15 junto pasal 12 huruf (e) UU Tipikor hanya dapat diterapkan dalam hal terjadi kesepakatan antara dua orang atau lebih yang memiliki kualitas khusus sebagai pegawai negeri.
"Dalam pasal 1 angka 2 UU Tipikor dan pasal 1 angka 1 UU No 28 Tahun 1999 bahwa dalam kejadian pertemuan di Hotel Ritz Carlton hanya satu orang yang mempunyai kualitas sebagai penyelenggara negara yaitu Setya Novanto," ujarnya.
Sedangkan, orang yang tidak berkualitas sebagai pegawai negeri dalam pasal tersebut tidak menjadi sasaran norma atau adderessaat norm.
"Artinya, Maroef dan Riza Chalid tidak dapat diklasifikasi sebagai subjek tindak pidana karena bukan pegawai negeri dan penyelenggara negara. Oleh karenanya kesepakatan dua orang atau lebih dalam pemufakatan jahat tidak akan dapat terpenuhi," demikian Chairul.
[wah]
BERITA TERKAIT: