Ketua Umum Organisasi Massa Pemuda Pancasila (PP) Japto Soelistyo Soerjosoemarno menjelaskan, peristiwa 65 merupakan tindakan tegas pemerintah Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berusaha merubah ideologi negara.
Menurutnya, PKI adalah partai terlarang sehingga pemerintah tidak perlu mengikuti putusan IPT.
"PKI itu sudah dilarang di Indonesia. Jika penegak hukum melakukan pembiaran maka PP yang akan menjadi penentang utama," ujar Japto dalam jumpa pers di Hotel Denpasar, Jakarta, Selasa (8/12).
Dia menilai, permintaan maaf tersebut seharusnya tidak ditujukan dilakukan oleh negara, melainkan kepada oknum-oknum yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat itu.
"Yang harus minta maaf ini siapa. Apakah negara atau seluruh komponen yang kala itu terlibat," ujar Japto.
Lebih jauh, menurutnya, langkah yang dilakukan Todung Mulya Lubis selaku pengacara IPT hanya membuka luka lama bangsa Indonesia. Padahal, saat ini Indonesia mulai melangkah maju menjadi bangsa yang besar.
"Kami akan lakukan somasi dari tiap tingkatan kepada Todung. Kami setuju meminta maaf kepada keluarga korban peristiwa 1965 yang sudah bersedia membangun bersama negara ini," jelas Japto.
IPT 1965 telah menggelar persidangan di Den Haag, Belanda. Diketuai pengacara dan feminis Nursyahbani Katjasungkana, dengan jaksa ketua serta pengacara dan penggiat HAM Todung Mulya Lubis.
13 November 2015 lalu, Ketua Majelis Hakim IPT Zak Yacoob membacakan putusan atas sembilan dakwaan terhadap pemerintah Indonesia berkaitan dengan peristiwa
1965 yang diajukan ketua tim jaksa penuntut Todung Mulya Lubis. Majelis menilai Indonesia dan seluruh negara yang mengetahui pembunuhan dan penyiksaan dalam kurun waktu rahun 1965-1966 harus bertanggung jawab.
[wah]
BERITA TERKAIT: