"Tipikor berlaku khusus. Opsi pertama mengatur RUU Tipikor dengan jaminan semua yang ada dalam khusus itu tetap berlaku, dan hukum acaranya tetap ada di luar. Jadi memerintahkan undang-undang khusus itu tetap berlaku," jelas pakar hukum Profesor Muladi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III di gedung DPR, Jakarta, Selasa (29/9).
Menurutnya, RUU KUHP nanti jangan sampai mempersatukan atau melakukan kodifikasi aturan undang-undang yang selama ini khusus ke dalam satu acuan bersama.
"Tapi kita tetap memastikan undang-undang khusus itu tetap berlaku," ujar Muladi.
Selain delik korupsi, terdapat pula aturan perundang-undangan yang dikenal berlaku khusus, yakni UU KPK, UU Narkotika, UU Pencucian Uang, dan UU Terorisme. Wacana penyatuan semua undang-undang tersebut menjadi satu landasan hukum nantinya dikhawatirkan menghilangkan kewenangan yang dimiliki selama ini.
"Jadi di sini tidak ingin menghapuskan kekhususan, jadi mereka tetap kekhususan, lex spesialis derogat lex generalis. Jadi tetap didahulukan yang khusus," beber Muladi yang juga ketua Tim Perumus RUU KUHP.
Selian itu, Muladi juga memandang perlunya memasukkan kejahatan korporasi ke dalam RUU KUHP. Mengingat, cabang kejahatan kerah putih ini sangat berbahaya karena dapat merugikan negara secara multi dimensi dan multi sistem.
"Maka korporasi ditarik dalam KUHP. Jadi, korporasi bisa melakukan kejahatan dan bisa diminta pertanggungjawabkan selain moralnya," jelasnya.
Menurut mantan Menteri Kehakiman era Orde Baru itu, banyak dorongan dari luar parlemen agar menuangkan kejahatan korporasi ke dalam RUU KUHP.
"Pertanggungjawaban korporasi tidak boleh lolos dan harus masuk KUHP. Itu perkembangan di luar. Jadi, banyak sekali kejahatan korporasio harus diatasi, seperti kejahatan korupsi, perpajakan dan lain-lain," tegas Muladi.
[sam]
BERITA TERKAIT: