"Terus terang, selama 10 tahun perjalanan KPK, era Abraham Samad harus diakui sebagai yang paling kuat kepemimpinan dan nyalinya dalam membongkar kasus-kasus korupsi kakap dan pejabat kakap," kata advokat, Petrus Selestinus, Selasa (10/3).
Petrus menilai, publik mengharapkan muncul pengganti Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang lebih baik. Bahkan, bila perlu Abraham Samad Cs Wijajanto dipertahankan untuk satu periode lagi, sehingga KPK hanya memerlukan tiga calon pimpinan baru.
Namun Petrus menganggap Polri bertindak jauh dari harapan rakyat. Polri menetapkan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sebagai tersangka pidana, sementara sejumlah pegiat anti korupsi seperti Yunus Husen, Denny Indrayana, sampai
Majalah Tempo menjadi target penyelidikan dalam sejumlah kasus. Bahkan, Komnas HAM dan Ombudsman juga tidak luput dari sasaran penyelidikan Polri akibat rekomendasinya ke Polri.
Petrus memandang, fenomena Bareskrim Mabes Polri yang terlalu responsif terhadap laporan masyarakat menyangkut sejumlah pimpinan dan penyidik KPK telah menjadi energi negatif, bahkan menimbulkan pertanyaan mendasar.
"Apakah ini merupakan langkah awal Polri mereformasi diri dengan memberikan pelayanan cepat kepada masyarakat yang melapor ataukah ini merupakan bagian dari kriminalisasi dan politik membonsai sikap kritis masyarakat terhadap Polri," gugatnya.
Dia berharap agar konflik antar lembaga negara (KPK dan Polri) harus jadi momentum untuk Polri dan KPK berbenah diri meningkatkan kualitas pelayanan dan saling melengkapi tanpa diboncengi sikap saling dendam dan mengemban misi lain di luar penegakan hukum.
"Jangan menjadi alat politik untuk membangun rezim anti pemberantasan korupsi yang pada gilirannya menghancurkan Polri dan KPK," tegas Petrus.
[ald]
BERITA TERKAIT: