Hadi Poernomo Mangkir Panggilan KPK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 05 Maret 2015, 18:39 WIB
Hadi Poernomo Mangkir Panggilan KPK
hadi purnomo dan abraham samad/net
rmol news logo Mantan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Hadi Purnomo tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hadi dijadwalkan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka korupsi permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA).

"Tidak datang. Tadi katanya mengirimkan surat cuma saya belum tahu alasannya," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Kamis (5/3).

Atas ketidakhadiran itu, penyidik KPK akan mengagendakan pemeriksaan ulang terhadap Hadi Poernomo yang terakhir menjabat kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BK). Namun, Priharsa belum mengetahui kapan pemeriksaan ulang tersebut dilangsungkan.

"Iya (dijadwal ulang) tapi belum dapat jadwalnya," imbuh Priharsa.

Hari ini seyogyanya merupakan pemeriksaan perdana Hadi Poernomo setelah ditetapkan tersangka pada April 2014. Hadi dijerat jadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Pajak Kementerian Keuangan periode 2002-2004.

Hadi diduga menyalahgunakan wewenangnya yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Dengan memerintahkan direktur Pajak Penghasilan (PPh) untuk mengubah hasil telaah dan kesimpulan Direktorat PPh terhadap permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan BCA, yaitu dari awalnya ditolak menjadi diterima.

Dalam kasus itu, Direktorat PPh pernah mengusut dugaan pengemplangan pajak yang diduga dilakukan BCA. Sumihar Petrus Tambunan selaku Direktur PPh pada 2003 lalu yang langsung mempelajari dokumen-dokumen yang disertakan BCA sebagai bukti pengajuan keberatan pajak.  

Direktorat PPh setahun kemudian merampungkan kajiannya. Berdasarkan kajian tersebut, Direktorat PPh membuat risalah atas surat keberatan pajak BCA pada 13 Maret 2004. Isi risalah itu secara garis besar menyebutkan sebaiknya Dirjen Pajak menolak permohonan keberatan pajak BCA dan mewajibkan melunasi tagihan pembayaran pajak tahun 1999 sebesar Rp 5,77 triliun. Untuk pelunasannya BCA diberi tenggat hingga 18 Juni 2004.

Dokumen risalah tadi selanjutnya diserahkan kepada Dirjen Pajak yang kala itu dijabat Hadi Poernomo. Sehari sebelum tenggat BCA membayar tagihan pajaknya atau 17 Juli 2004), Hadi menandatangani nota dinas Dirjen Pajak yang ditujukan kepada Direktur PPh.

Isi nota dinas diketahui bertolak belakang dari risalah yang dibuat Direktur PPh. Hadi justru mengintruksikan Direktur PPh agar mengubah kesimpulan risalah yang awalnya menolak menjadi menyetujui keberatan.

Akibatnya, negara kehilangan pajak penghasilan dari koreksi penghasilan BCA sebesar Rp 375 miliar karena pembatalan tersebut.

Hadi Poernomo yang menjadi tersangka saat habis masa jabatannya sebagai kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 junto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.[wid]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA