Urip Tri Gunawan: Putusan Artalyta Suryani Blunder!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 18 September 2014, 14:12 WIB
Urip Tri Gunawan: Putusan Artalyta Suryani Blunder<i>!</i>
Urip Tri Gunawan/net
rmol news logo . Sidang perdana Peninjauan Kembali (PK) mantan jaksa terpidana suap terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Urip Tri Gunawan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/9).

Dalam keterangannya di persidangan, Urip mengutarakan beberapa alasan mengapa dirinya mengajukan PK. Adapun sidang Urip dipimpin oleh Hakim Ketua Supriyono dan Hakim Anggota Casmaya serta Muhlis.

Pertama, KPK dan Kejaksaan Agung sama-sama menyelidiki terkait perkara BLBI. Kata Urip, tidak ada unsur 'melawan hukum' yang menjadi dasar tindak pidana terhadapnya.

Dalam novum atau alat bukti kedua, Urip mempermasalahkan frasa 'perintah supaya ditahan atau tetap ditahan atau dibebaskan' yang tidak ada dalam amar putusannya. Dia menilai bahwa hal tersebut bertentangan dengan putusan MK nomor 69/PUU-X/2012, sehingga putusan terhadapnya harus dibatalkan.

Sedangkan dalam novum ketiga, Urip mengungkapkan bahwa Jaksa pada KPK tidak mempunyai kewenangan mengeksekusi putusan pengadilan. Menurut Urip, kewenangan untuk melakukan eksekusi, ada pada jaksa pada Kejaksaan.

Tak hanya novum, Urip juga mengutarakan alasan lain, yakni mengenai ketidaksesuaian penerapan pasal suap kepadanya.

Dalam kesempatan ini, Urip juga mengkritik putusan Artalyta Suryani. Kata dia, putusan tersebut bertentangan dengan putusan pengadilan terhadap dia yang menyebut Urip sebagai pelaku aktif.

"Seharusnya Pemohon PK Urip Tri Gunawan lebih tepat sebagai pelaku pasif," terang dia.

Menurut dia, penerapan hukum yang lebih tepat kepadanya bukan pasal 12 huruf b dan huruf e, melainkan pasal 5 ayat (2) atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. "Yang ancaman hukuman maksimalnya 5 tahun," kata Urip.

Terakhir, Urip mengungkapkan bahwa putusan pidana penjara selama 20 tahun dan denda Rp500 juta subsidair 8 bulan kurungan, dirasa terlalu berat. Dia berharap kepada majelis hakim untuk mengabulkan permohonan PK yang diajukannya.

"Terhadap pidana penjara yang dijatuhkan, terdapat ketimpangan yang menyolok dibandingkan pelaku tindak pidana korupsi yang lain, demikian pula denda yang diputuskan sangat berat tidam mampu kami bayar," demikian Urip.

Sebelumnya, majelis hakim pengadilan tingkat pertama dan tinggi menjatuhkan hukuman maksimal selama 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider satu tahun kurungan kepada Urip. Urip terbukti memeras Artalyta Suryani, orang kepercayaan obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim, US$ 660 ribu. Urip dijerat sesuai dengan Pasal 12B dan E Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kasasi yang diajukan oleh Urip juga kemudian ditolak oleh Mahkamah Agung. Dengan demikian, Urip tetap dipenjara selama 20 tahun. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA