"Beliau (Adrianus) itu sebagai badan pengawas
kok bisa diajukan secara pidana. Bagi saya peristiwa ini merupakan awal dan terakhir, saya mengharapkan kapolri menghargai Kompolnas sebagai badan pengawas," kata Farouk di Gedung Kompolnas, Jakarta, Senin (8/9).
Ia tetap berpendapat, apa yang dikemukakan Adrianus masih dalam batas tugas dan kewenangan bersangkutan selaku pengawas kepolisian. Sementara itu, pakar berintegrasi lainnya, Laica Marzuki mengatakan, publik harus memahami betul tentang Kompolnas.
"Advisor board Kompolnas berfungsi membuat kebijakan dan pengawasan operasional. Secara formal belum ke sana, (tapi) tuntutan masyarakat sudah ke sana. Ada perbedaan ekspektasi publik dengan formalisasi," jelasnya.
Laica menerangkan, saat ini belum ada mekanisme operasional hubungan antara Kompolnas dengan Polri. Karena itulah, dari hasil rapat internal para pakar berintegrasi dan komisioner Kompolnas, belum sampai mengarah sidang kode etik. Hasil rapat internal tersebut akan dibawa untuk koordinasi terlebih dahulu dengan kapolri.
"Memperbaiki sumber permasalahn bukan degradasi polisi dan Kompolnas," kata Laica.
Laica menggarisbawahi, komisoner dipilih melalui seleksi terbuka untuk membantu meningkatkan mekanisme internal Polri. Menurutnya, sepanjang faktual maka pernyataan Adrianus tersebut tidak salah tapi memang ada norma umum. Di kalangan anggota Kompolnas saat ini menunjukkan suatu fenomena secara khusus.
"Fenomena itu mengungkap hal yang terjadi dan dinyatakan sebagai fenomena ada reskrim jadi 'ATM' pimpinan Polri. Tentu pak Sutarman (kapolri) ingin bersih-bersih," tutup Laica.
[wid]
BERITA TERKAIT: