"Biasanya perkara suap berujung pada pemerasan. Karena awalnya ada proses tawar menawar. Jadi tidak cukup kalau hanya pasal pemerasan saja," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Maki), Boyamin Saiman kepada
Rakyat Merdeka Online, Sabtu (9/8).
Boyamin menegaskan, pemberian suap oleh pengusaha swasta merupakan fenomena yang biasa terjadi. Nah, dia menduga masalah ini menjadi pemerasan karena tak klopnya nominal yang diminta oleh Bupati Ade Swara.
"Hal itu sangat lumrah. Pejabat pemerintahan menganggap suap itu sebagai uang pelicin. Karna nominal uang dianggap kurang layak, maka berujung pada pemerasan," terangnya.
Boyamin meminta kepada KPK agar tak berhenti hanya kepada Ade Swara dan Nur Latifah. Sebab, masih ada pihak-pihak lain yang ditengarai ikut terlibat dalam kasus pemerasan Rp5 miliar tersebut.
"KPK jangan berhenti pada Ade Swara dan istrinya, tapi juga daerah lain yang masuk dalam kekuasaannya," demikian salah seorang penasehat hukum (PH) eks Ketua KPK, Antasari Azhar.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Ade Swara dan isterinya Nurlatifah sebagai tersangka. Penetapan keduanya, lantaran dianggap melanggar Pasal 12 e atau Pasal 23 Undang-Undang (UUNomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 421 jo Pasal 55 KUHP.
[sam]
BERITA TERKAIT: