"Waktu saya Kepala BIN waktu itu sedang maraknya bom dan terorisme, jadi ketika itu ada orang yang jual buku dan kamus, bahasa Arab, Inggris dan Indonesia, sekaligus. Menawarkan pada kami (BIN) ya buat saya ini kesempatan bagus untuk memberikan bantuan ke pesantren-pesantren dan saya beli kamus bahasa itu," kata Hendro usai menjadi saksi TPPU Anas di KPK, Selasa (29/4).
Dia bilang, pembelian kamus-kamus tersebut dimaksudkan agar menjadi pegangan para santri-santri di pesantren. Asal, kamus-kamus itu jangan diperdagangkan.
"Karena itu saya beserta staf bagikan sendiri kepada pesantren yang jumlahnya ribuan lebih," terangnya.
Dia menyebutkan, yang menyebarkan kamus multibahasa tersebut adalah Pimpinan Pondok Pesantren Krapyak, Attabik Ali.
"Saya bilang kami beli karena harganya wajar untuk kamus, tapi tolong diingat ini tidak boleh diperdagangkan untuk itu ada cap, foto saya dan sambutan saya bahwa ini adalah bantuan untuk pesantren-pesantren di Indonesia, dari BIN," terangnya.
Soal apakah kamus tersebut akhirnya diperjual belikan, Hendro mengaku tidak tahu menahu. Apalagi pembuatan kamus tersebut sudah berlangsung sepuluh tahun lalu.
Menurutnya, saat itu BIN membeli kamus tiga bahasa tersebut seharga Rp100 ribu per buku. Dia mengaku, harga tersebut wajar dan sudah sangat murah.
"Nilainya saya tidak ingat sudah 10 tahun. Tetapi itu harga wajarlah, saya menawar harganya semurah mungkin supaya sebanyak mungkin dapat dicetak dan bisa dibagikan ke pesantren-pesantren. Dananya, kalau enggak salah, kurang lebih Rp 100 ribu satu buku yang mana dalam satu paket ada empat buku," demikian Hendro.
Sebelumnya, terkait TPPU Anas, KPK juga telah memeriksa mantan Wakil Kepala BIN, As'at Said Ali, pada Kamis 10 April lalu. Saat itu, As'at mengakui bahwa dia memang pernah membeli kamus Arab-Indonesia-Inggris terbitan Pesantren Krapyak, yang dikelola mertua Anas, Attabik Ali.
[wid]
BERITA TERKAIT: