Jaksa KPK Minta Hakim Tolak Eksepsi Akil Mochtar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 06 Maret 2014, 20:52 WIB
Jaksa KPK Minta Hakim Tolak Eksepsi Akil Mochtar
akil mochtar/net
rmol news logo Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim yang diketuai oleh Soewidya untuk menolak nota keberatan alias eksepsi yang diajukan oleh eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar.

Permintaan itu disampaikan oleh Jaksa KPK, Ely Kusumastuti dalam sidang lanjutan Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3). Adapun sidang beragendakan mendengarkan tanggapan jaksa atas eksepsi yang pekan lalu dibacakan oleh Akil.

Ely selanjutnya meminta Soewidya untuk menyatakan surat dakwaan nomor DAK-04/24/02/2014 tanggal 10 Februari 2014 telah memenuhi syarat formal dan materiil sebagaimana ditentukan dalam pasal 143 ayat 2 huruf a dan hurup b KUHAP.

"Meminta hakim untuk menyatakan sidang pemeriksaan perkara pidana dengan terdakwa Akil dilanjutkan berdasarkan surat dakwaan Penuntut Umum," terang Ely.

Dalam kesempatan ini, Ely juga menyatakan bahwa keberatan Terdakwa Akil terkait penangkapan, penahanan, penyitaan dan penyidikan oleh Penyidik KPK, itu bukan materi eksepsi. Ely bilang, itu harus diajukan melalui mekanisme praperadilan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 10 dan pasal 77 KUHAP.

"Terhadap keberatan terdakwa tersebut kami tidak sependapat. Karena penangkapan atas diri terdakwa telah memenuhi definisi tertangkap tangan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 19 KUHAP," terang dia.

Penyidik KPK, kata Ely, telah melakukan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku, dalam hal ini penangkapan atas Anggota DPR Chairun Nisa dan pengusaha Cornelis Nalau dan Akil. Dimana, Nisa dan Cornelis telah tertangkap tangan datang ke rumah Akil untuk menyerahkan uang kurang lebih Rp 3 miliar memenuhi permintaan terdakwa. Uangnya, digunakan untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Gunung Mas.

"Kedatangan itu atas sepengetahuan terdakwa dan dikehendaki oleh terdakwa yang akan kami buktikan dalam pemeriksaan pokok perkara nanti," jelasnya.

Mengenai surat perintah penangkapan yang disebut Akil tidak dibawa penyidik saat mecokok dirinya, Ely bilang sudah sesuai dengan ketentuan Undang Undang, yakni pasal 18 ayat 2 KUHAP. Dipasal itu disebutkan, penyidik KPK berhak tidak menunjukkan surat perintah penangkapan karena dalam hal tertangkap tangan. Penangkapan itu dapat dilakukan tanpa surat perintah.

Jaksa juga tidak sependapat dengan keberatan Akil terkait penyitaan barang, dokumen, surat yang dilakukan Penyidik KPK dengan sprindik 52 dan 58, tidak relevan dengan pasal yang disangkakan. "Terkait keberatan terdakwa tersebut, kami tidak sependapat. Terkait penyitaan diatur dalam pasal 39 dan 40 KUHAP," kata Ely.

Selain itu, keberatan Akil yang mengaku tidak pernah diperiksa sebagai tersangka berkaitan dengan sprindik 59/01/10/2013 terkait dugaan tindak pidan korupsi pilkada lainnya juga diteipis Jaksa KPK.

"Tersangka telah diperiksa sebagai tujuh kali. Berita Acata Pemeriksaan, lanjut Jaksa, juga telah diparaf dan ditandatangani oleh Akil," urai dia.

Jaksa juga menolak keberatan Akil yang mempermasalahkan pengenaan pasal 3 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 UU 15/2003 juncto UU 25/2003. Alasannya, UU tersebut sudah tidak berlaku atau telah dicabut. Jaksa pun menjelaskan pasal 95 UU 8/2010 tidak menghidupkan kembali UU yang lama. Tetapi, berlaku untuk perbuatan sebelum lahirnya UU yang baru. Tujuannya untuk mengisi kekosongan hukum.

"Sehingga sudah tepat jika tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh terdakwa sebelum berlakunya UU 8/2010, dikenakan UU 15/2002 juncto UU nomor 25 tahun 2003," demikian Jaksa Ely.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA