"Yang paling parah pencemaran lingkungan. Semua bangunan di PT MMC itu menggunakan terumbu karang. Mayoritas sekitar 80 persen bangunan itu menggunakan terumbu karang," ujar kuasa hukum Pemkab Pulau Morotai, Ali Tanjung, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (6/11).
Dia menjelaskan, laporan ke Mabes Polri dibuat lantaran pihak Polda Maluku Utara tidak profesional dan terkesan berpihak kepada perusahaan swasta itu. Hal ini terlihat dari penetapan tersangka terhadap kepada Bupati, Rusli Sibua dan Wakilnya, Weni Paraisu.
Ali menceritakan, pada 2012 lalu Pemkab Pulau Morotai menertibkan perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki izin usaha (SIUP), namun terjadi upaya perlawanan dari PT MMC. Akhirnya, keributan antara kedua belah pihak tidak terelakkan yang berujung pada laporan PT MMC ke Polda Malut. Pihak kepolisian begitu cepat merespon laporan tersebut dengan menahan lima pegawai pemkab serta menetapkan bupati dan wakil bupati sebagai tersangka. Sementara, laporan pencemaran lingkungan dan illegal fishing dari pihak pemkab tidak digubris sama sekali oleh kepolisian.
Karena itu, lanjut Ali, pihak Pemkab Pulau Morotai yang diwakili Kadis Kelautan dan Perikanan, Kadis Pertambangan dan Energi, Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kadis Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah melapor ke Bareskrim Polri.
Penertiban yang dilakukan Pemkab Pulau Morotai bermula dari kritik DPRD Morotai kepada bupati untuk melakukan penertiban perusahaan yang tidak memiliki SIUP setelah Morotai dimekarkan menjadi kabupaten pada tahun 2008. Salah satu perusahaan yang tidak memiliki izin usaha adalah PT MMC yang bergerak dalam usaha budi daya ikan dan kerang mutiara di desa Ngele-Ngele Besar, Kecamatan Morotai Selatan Barat. Perusahaan itu melakukan perlawanan atas SK Bupati Nomor 533 tentang Penghentian Sementara Kegiatan Operasi.
[ald]
BERITA TERKAIT: