Ruang Tertutup di Vatikan, Konklaf dan Misteri Pemilihan Paus

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/hani-fatunnisa-1'>HANI FATUNNISA</a>
LAPORAN: HANI FATUNNISA
  • Rabu, 23 April 2025, 12:46 WIB
Ruang Tertutup di Vatikan, Konklaf dan Misteri Pemilihan Paus
Ilustrasi/Net
rmol news logo Setelah wafatnya Paus Fransiskus pada Senin Paskah lalu, 21 April 2025, Gereja Katolik kini memasuki babak baru dalam sejarah panjangnya. Sebuah proses yang telah berlangsung nyaris tanpa perubahan selama lebih dari delapan abad kembali digelar: Konklaf Kepausan.

Sebanyak 135 kardinal yang berusia di bawah 80 tahun akan dikunci di dalam Kapel Sistina untuk memilih pemimpin tertinggi baru umat Katolik. 

Prosesi ini bukan sekadar tradisi, melainkan juga penanda dimulainya masa transisi kepemimpinan yang sangat penting bagi lebih dari satu miliar umat Katolik di seluruh dunia.

Konklaf akan dimulai setelah masa berkabung tradisional selama sembilan hari, atau novendiales, dan biasanya digelar antara 15 hingga 20 hari setelah kematian seorang paus. 

Meski belum ada tanggal resmi, para kardinal telah bertemu hari Selasa, 22 April 2025 untuk menetapkan kerangka waktu pelaksanaan.

Sebelum Konklaf dimulai, Camerlengo yang saat ini dijabat oleh Kardinal Kevin Farrell memiliki tugas krusial, termasuk memimpin pemakaman Paus dan menyegel apartemen serta ruang kerja Paus Fransiskus.

“Simbolisme dan protokol di sini memiliki makna mendalam. Menyegel ruangan dan menghancurkan cincin kepausan adalah simbol bahwa satu masa telah berakhir, dan kita bersiap menyambut yang baru,” ujar Kardinal Farrell dalam sebuah pernyataan resmi, seperti dimuat The Independent pada Rabu, 23 April 2025. 

Ritual dan Kerahasiaan

Setelah Misa pembukaan Konklaf, ratusan kardinal akan dikunci di Kapel Sistina, yang sejak tahun 1858 menjadi tempat resmi pemilihan paus. Proses pemilihan dijaga dengan sangat ketat, dan setiap kardinal bersumpah untuk menjaga kerahasiaan.

“Extra omnes!” akan dikumandangkan – tanda bahwa semua yang tidak berkepentingan harus meninggalkan ruangan. 

Setelah itu, proses pemungutan suara dimulai. Suara ditulis dengan tangan, seringkali dengan tulisan yang disengaja dibuat berbeda untuk menyamarkan identitas.

Jika tidak ada yang terpilih, surat suara dibakar dan asap hitam mengepul ke udara Vatikan, memberi tahu dunia bahwa belum ada Paus baru. 

Sebaliknya, jika satu kandidat meraih dua pertiga suara, maka asap putih akan menjadi tanda bahwa Paus baru telah terpilih.

Pembuatan asap dua warna tidak sembarangan. Asap hitam dibuat dari campuran kalium perklorat, antrasena, dan belerang. Sementara asap putih menggunakan kalium klorat, laktosa, dan resin kolofoni.

Menanti 'Habemus Papam'

Setelah menerima hasil, Paus terpilih akan dibawa ke Ruang Air Mata atau "Sala delle Lacrime” untuk mengenakan jubah putih yang telah disiapkan dalam tiga ukuran. 

Banyak Paus yang menangis di ruangan ini karena begitu ia memilih nama baru, maka identitas lamanya akan mati, dan lahir sosok spiritual baru. Ini merupakan masa terberat karena mereka paham kehidupannya akan berbeda ke depan. 

Paus terpilih kemudian diperkenalkan kepada dunia dari balkon Basilika Santo Petrus. Kardinal Protodiakon mengatakan “Annuntio vobis gaudium magnum: habemus Papam!” yang artinya “Saya mengumumkan kepada Anda kabar sukacita besar: kita memiliki Paus!”

Hingga kini, belum ada kandidat unggulan yang diumumkan secara resmi, namun berbagai spekulasi mengemuka di kalangan Vatikan dan media internasional. 

Siapa pun yang terpilih nanti akan menghadapi dunia yang penuh tantangan, mulai dari sekularisme, perubahan iklim, hingga krisis kepercayaan dalam institusi keagamaan.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA