Mengutip
Al Jazeera pada Rabu, 20 November 2024, resolusi itu disiapkan oleh Inggris dan Sierra Leone, isinya mendesak agar pihak-pihak berkonflik segera menghentikan permusuhan.
"Inggris dan Sierra Leone, mendesak semua pihak segera menghentikan permusuhan dan terlibat dalam dialog dengan itikad baik untuk memfasilitasi langkah-langkah menuju de-eskalasi guna mencapai kesepakatan cepat mengenai gencatan senjata nasional," ungkap laporan tersebut.
Rusia adalah satu-satunya anggota dewan beranggotakan 15 orang yang memberikan suara menentang rancangan resolusi tersebut.
Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menggambarkan veto Rusia sebagai keputusan yang kejam, jahat, dan sinis.
"Satu negara menghalangi dewan berbicara dengan satu suara. Satu negara adalah pemblokir," kata Lammy setelah pemungutan suara.
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy mengatakan pihaknya setuju bahwa konflik di Sudan memerlukan penyelesaian yang cepat dan satu-satunya cara untuk mencapainya adalah dengan pihak-pihak yang bertikai menyetujui gencatan senjata.
Kendati demikian, menurutnya, meskipun peran DK PBB adalah untuk membantu pihak-pihak yang bertikai mencapai tujuan tersebut, hal itu tidak boleh dilakukan dengan memaksakan pendapat masing-masing anggotanya kepada Sudan, melalui keputusan dewan.
Polyanskiy menuduh Inggris dan Sierra Leone memiliki standar ganda karena pada konflik yang lain yakni Perang Gaza, mereka justru mendukung Israel.
Perang meletus antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang merupakan saingannya pada bulan April 2023, yang menciptakan krisis pengungsian terbesar di dunia dan menewaskan puluhan ribu orang, menurut pejabat PBB.
Konflik tersebut telah menyebabkan lebih dari 11 juta orang mengungsi, termasuk 3,1 juta orang yang telah meninggalkan negara tersebut.
Selain itu, 26 juta orang menghadapi kerawanan pangan yang parah, dengan bencana kelaparan yang diumumkan di kamp Zamzam di Darfur.
BERITA TERKAIT: