HRCP memperingatkan bahwa undang-undang ini, yang tidak memiliki pengawasan yudisial, secara berbahaya merusak proses hukum dengan menganggap tahanan sebagai ancaman terhadap keamanan nasional atau ketertiban umum.
Menanggapi lonjakan militansi baru-baru ini dan hilangnya nyawa yang tragis, HRCP mengakui perlunya tindakan keamanan yang lebih ketat. Namun, komisi tersebut menegaskan bahwa “penahanan preventif bukanlah solusi yang layak” dan memperingatkan potensi penyalahgunaan kewenangan tersebut oleh pihak berwenang. “Preseden historis menyoroti rekam jejak negara yang tidak memadai dalam menjalankan kewenangan tersebut secara transparan dan bijaksana,” HRCP menyatakan seperti dikutip dari The Print.
Komisi tersebut mengutip penahanan berkepanjangan terhadap aktivis iklim Baba Jan dan mantan legislator Ali Wazir, yang keduanya menghadapi tuduhan terkait terorisme yang dianggap meragukan oleh HRCP. Selain itu, pencantuman aktivis hak asasi manusia Mahrang Baloch baru-baru ini di dalam Daftar Keempat telah menimbulkan kekhawatiran atas potensi penyalahgunaan wewenang ini dalam iklim politik Pakistan yang tegang.
HRCP khususnya merasa terganggu oleh ketentuan yang memperbolehkan angkatan bersenjata untuk menahan individu hanya berdasarkan kecurigaan tanpa pengawasan sipil atau peradilan. HRCP berpendapat bahwa hal ini secara efektif melegalkan penghilangan paksa dan mendirikan pusat penahanan, yang pada dasarnya melanggar hak konstitusional atas proses hukum dan pengadilan yang adil berdasarkan Pasal 10 dan 10A.
Kriteria yang luas dan samar-samar dalam RUU tersebut untuk penahanan semakin meningkatkan risiko penyalahgunaan, menurut HRCP, dengan menyatakan bahwa alasan yang tidak terbatas tersebut gagal memenuhi standar untuk mengurangi hak berdasarkan Pasal 4, Paragraf 1, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Selain itu, amandemen tersebut tidak membatasi penerapannya pada keadaan sementara atau luar biasa.
Komisi HAM mendesak pemerintah untuk mencabut RUU tersebut dan mendesak pengembangan undang-undang alternatif yang melindungi hak warga negara sekaligus mengatasi masalah keamanan. “Setiap rencana tindakan harus menjunjung tinggi prinsip keadilan dan hak asasi manusia dalam memerangi terorisme,” tegas Komisi tersebut.
BERITA TERKAIT: