Dalam kesaksian di sidang senat terkait kasus perang melawan narkoba selama masa jabatannya, Duterte mengaku telah memerintahkan petugas polisi untuk memancing tersangka melawan, sehingga pembunuhan terhadap mafia narkoba oleh death squad dapat dibenarkan.
"Jangan pertanyakan kebijakan saya karena saya tidak meminta maaf, tidak ada alasan. Saya melakukan apa yang harus saya lakukan, dan terlepas dari apakah Anda percaya atau tidak, Saya melakukannya untuk negara saya," tegasnya, seperti dimuat
BBC pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Dia membantah memberikan izin kepada kepala polisinya untuk membunuh tersangka, dan menambahkan bahwa death squad terdiri dari gangster dan bukan polisi.
"Saya dapat membuat pengakuan sekarang jika Anda mau. Saya memiliki pasukan pembunuh yang terdiri dari tujuh orang, tetapi mereka bukan polisi, mereka adalah gangster," tegasnya.
Duterte mengklaim banyak penjahat melanjutkan kegiatan ilegal mereka setelah ia mengundurkan diri sebagai presiden.
"Jika diberi kesempatan lagi, saya akan menghabisi kalian semua," tantang Duterte.
Kehadirannya di sidang senat merupakan pertama kalinya ia muncul dalam kasus perang antinarkoba sejak masa jabatannya berakhir pada tahun 2022.
Itu juga pertama kalinya ia berhadapan langsung dengan beberapa penuduhnya, termasuk keluarga korban perang narkoba dan mantan senator Leila de Lima, seorang kritikus Duterte yang dipenjara selama tujuh tahun atas tuduhan perdagangan narkoba yang akhirnya dibatalkan.
Pemerintah Filipina memperkirakan bahwa lebih dari 6.252 orang telah ditembak mati oleh polisi dan penyerang tak dikenal dalam perang melawan narkoba Duterte.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan jumlah sebenarnya bisa mencapai puluhan ribu.
Kampanye perang antinarkoba kontroversial dan menuai kritik internasional yang besar, tetapi juga memiliki pendukung di negara tempat jutaan orang menggunakan narkoba, sebagian besar metamfetamin, yang dikenal secara lokal sebagai sabu.
BERITA TERKAIT: