Tribune.com.pk, mengutip laporan itu, menyebutkan, diperkirakan lebih dari 50 persen obat-obatan dalam daftar obat-obatan penting Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak tersedia atau sangat langka.
Obat-obatan utama yang hilang termasuk Metronidazole, Entamizole, Quinine bi Sulphate, Chloroquine, Tegral, Humulin Injection, Vitamin K Injection, analgesik narkotik, Thyroxine, sirup obat batuk berbasis Codeine, suntikan Hydrocortisone, sediaan anti-tuberkulosis, insulin Novomix, dan suntikan Heparin.
Berbagai pemangku kepentingan menyebutkan berbagai alasan atas kekurangan obat-obatan penting ini, mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan demi kepentingan kesehatan masyarakat.
"Devaluasi rupee, inflasi, kenaikan upah, dan tarif listrik serta gas yang tinggi telah menyebabkan kenaikan biaya input yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Mian Khalid Misbahur Rehman, Ketua Umum Asosiasi Produsen Farmasi Pakistan (PPMA).
"Tidak seperti produk lain, harga obat-obatan penting tetap tidak berubah, sehingga menghasilkan sedikit atau tidak ada margin keuntungan untuk banyak obat. Dalam beberapa kasus, biaya input melebihi harga eceran,” sambungnya.
Rehman menyoroti dampaknya terhadap pasien dengan kondisi jantung, diabetes, kanker, dan epilepsi, yang semuanya menderita karena tidak tersedianya obat-obatan ini. Ia juga menunjukkan bahwa harga yang lebih rendah dari yang wajar menyebabkan kekurangan, penimbunan, dan penjualan pasar gelap dengan harga yang meningkat.
"Pasien berisiko mengonsumsi obat-obatan yang tidak terdaftar, diselundupkan, berpotensi palsu, dan dipalsukan," ketua PPMA memperingatkan, mengadvokasi revisi harga yang tepat waktu untuk menawarkan margin keuntungan yang realistis bagi produsen, dealer, grosir, dan pengecer.
Ia menekankan perlunya menerapkan Kebijakan Harga Obat 2018 secara sungguh-sungguh dan sepenuh hati untuk menyelamatkan industri farmasi lokal dari kehancuran.
BERITA TERKAIT: