Pengadilan Kejahatan Internasional (ICT) Bangladesh pada Senin (9/9) menetapkan Hasina sebagai penyebab kerusuhan di negara itu dan mendesak India segera mengekstradisinya.
"Karena pelaku utama telah melarikan diri dari negara ini, kami akan memulai prosedur hukum untuk membawanya kembali," kata Kepala Jaksa ICT Mohammad Tajul Islam, seperti dimuat
AFP.
Islam menambahkan, Bangladesh telah memiliki perjanjian ekstradisi pidana dengan India yang ditandatangani pada tahun 2013, saat pemerintahan Hasina berkuasa.
ICT dibentuk oleh Hasina pada tahun 2010 untuk menyelidiki kekejaman selama perang kemerdekaan tahun 1971 dari Pakistan.
Pemerintah Hasina dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas, termasuk penahanan massal dan pembunuhan di luar hukum terhadap lawan-lawan politiknya.
Dia tidak terlihat di depan umum sejak melarikan diri dari Bangladesh, dan keberadaan resmi terakhirnya adalah pangkalan udara militer di dekat ibu kota India, New Delhi.
Kehadirannya di India telah membuat Bangladesh marah.
Dhaka telah mencabut paspor diplomatiknya, dan kedua negara memiliki perjanjian ekstradisi bilateral yang akan mengizinkannya kembali untuk menghadapi pengadilan pidana.
Namun, sebuah klausul dalam perjanjian tersebut mengatakan ekstradisi dapat ditolak jika pelanggaran tersebut bersifat "politis".
Pemimpin sementara Muhammad Yunus, seorang pemenang Hadiah Nobel Perdamaian yang mengambil pemerintah Bangladesh meminta Hasina tetap diam sampai mereka bisa mengekstradisinya dari India.
"Jika India ingin menahannya sampai Bangladesh menginginkannya kembali, syaratnya adalah dia (Hasina) harus tetap diam," tegasnya.
Lebih dari 600 orang tewas dalam aksi demonstrasi berminggu-minggu menjelang penggulingan Hasina.
Bangladesh bulan lalu membuka penyelidikan yang dipimpin oleh seorang hakim pengadilan tinggi yang sudah pensiun terhadap ratusan kasus penghilangan paksa oleh pasukan keamanan selama pemerintahan Hasina.
BERITA TERKAIT: