Hal itu disampaikan oleh pengamat geopolitik sekaligus Direktur Eksekutif Global Future Institute, Hendrajit kepada
Kantor Berita Politik RMOL pada Selasa (18/6).
Menurut Hendrajit, posisi Indonesia yang abstain dalam pemungutan suara tersebut sejalan dengan komitmen bebas aktif yang dijalankan selama ini, terlebih jika RI masih berhasrat menjadi pemrakarsa perdamaian antara Rusia-Ukraina.
"
Performance Indonesia yang berkomitmen pada Politik Bebas Aktif namun proaktif dalam mengupayakan peace resolution Rusia-Ukraina, saya kira ini keputusan yang tepat," jelasnya.
Selain itu, Hendrajit menilai keputusan itu mampu menjadi poin positif di mata Rusia yang saat ini merasa terjepit di dunia internasional.
"Rusia akan memandang Indonesia
acceptable jika satu saat dimungkinkan jadi mediator. pemrakarsa bersama beberapa negara mengusulkan proposal perdamaian," kata Hendrajit.
Melihat negara lain seperti India, Arab Saudi, Brazil, Uni Emirat Arab, Afrika Selatan yang juga abstain seperti Indonesia, Hendrajit mencermati ini sebagai bentuk kekuatan
Global South."Justru kalau kita cermati, dari konfigurasi negara-negara yang abstain termasuk Indonesia, ini malah semacam konsolidasi kekuatan negara-negara
Global South," ujarnya.
Dengan kesamaan posisi tersebut, Hendrajit menilai Indonesia mampu menggunakan momentum itu untuk memainkan peran strategis sebagai moderator dan memperkuat aliansi non-Barat.
"Sikap abstain kita selain poin bagus buat memainkan peran strategis sebagai mediator, Indonesia semakin bagus momentumnya untuk semakin solid membangun aliansi south-south baik lewat BRICS, SCO, maupun organ organ alternatif lainnya di luar skema
Washington Consensus," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: